Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Senin, 05 September 2011

The Hangover


Bagaimana jika ketika kamu terbangun dan mendapati gigimu hilang satu? Apa yang akan kamu lakukan ketika di pagi hari kamu terbangun di dalam kamar mandi dan temani seekor harimau buas di dekatmu? Lalu apa yang akan kamu perbuat jika mengetahui sahabat terdekatmu hilang di hari pernikahannya?

Semua pertanyaan konyol diatas akan terjawab tuntas ketika kamu menonton film komedi satu ini, Hang over! Ya, sebuah film komedi yang akan menguras habis tenaga anda karena rahang anda akan dibuat sedikit kaku, mata anda berair dan perut anda terus dikocok ketika anda menertawai semua kejadian bodoh dalam film ini.

Film yang disutradarai oleh Todd Phillips (Road trip, Old school, Due date) menceritakan empat orang sahabat yang berencana melakukan pesta bujang. Tidak ada yang salah dengan pesta bujang yang mereka lakukan di Las Vegas, namun semua itu berubah ketika mereka terbangun di hotel mereka menginap dengan keadaan yang sangat hancur berantakan. Keadaan bertambah parah ketika tak ada satupun dari mereka yang mengingat apa yang mereka lakukan di malam pesta bujang tersebut. Tak hanya sampai disitu, malapetaka terjadi karena mereka baru terbangun dihari pernikahan dan calon pengantin pria tidak dapat ditemukan. Dengan waktu yang sangat terbatas, mereka berjuang sekuat tenaga untuk mencari mempelai lelaki demi membawanya menuju pelaminan. Dalam petualangan inilah berbagai kejadian seru, bodoh, konyol dan menggelitik tersajikan. Hampir sepanjang film anda akan terus dirayu untuk terus menyesali mengapa masa remaja anda begitu singkat.

Sebuah karakter yang perlu saya garis bawahi dengan spidol tebal adalah peran Alan Garner yang dimainkan begitu brilian oleh komedian baru bertalenta, Zach Galifianakis. Saya diingatkan akan sosok Jim Carey pada awal kemunculannya di film-film hollywood ber-genre komedi. Karena alasan ini pula saya merekomendasikan siapapun anda yang merasa memiliki jiwa muda yang terus melolong namun teredam oleh hingar kehidupan dewasa untuk segera menontonnya.

Picture

The Hangover

Ketika awal mula membeli film ini, saya beranggapan bahwa The Hangover adalah film yang tidak akan menimbulkan kesan mendalam. Film ini, saya perkirakan, berisikan sebagian besar eksploitasi seksual serta kekonyolan khas remaja Amerika. Barangkali hasil akhirnya akan seperti menyaksikan American Pie atau John Tucker Must Die yang sukses membuat ketawa ketiwi tapi sesudah itu nyaris tak berbekas.

The Hangover adalah film tahun 2009 karya sutradara Todd Philips. Ceritanya dimulai ketika empat pemuda pergi ke Las Vegas untuk merayakan pesta bujang salah satu diantara mereka. Doug (Justin Bartha) akan menikah dua hari kemudian, selain mengajak dua sahabatnya pesta, ia juga mengikutsertakan calon adik iparnya. Jadilah Doug, Phil (Bradley Cooper), Stu (Ed Helms), dan Alan (Zach Galifianakis) berkendara, berikrar untuk menjadikan kunjungan ini sebagai, “Malam yang tak terlupakan.”

Setelah keempatnya bersulang di atap hotel, adegan diloncat dan langsung masuk ke kondisi dimana mereka baru terjaga seolah habis mabuk berat. Di kamar hotel mereka, selain kondisi ruangan yang sangat berantakan, terdapat juga bayi menangis dalam kereta, seekor harimau, hingga gigi Stu yang copot satu. Hal yang paling buruk adalah, Doug sang calon mempelai tidak ada di antara mereka!

Petualangan dalam film ini pun dimulai. Dengan gaya flashback, penonton diajak mengikuti bagaimana asal muasal bayi, harimau, hilangnya Doug, hingga mobil mereka yang sekarang jadi mobil polisi. Perjalanan ini cukup seru karena diantara mereka tidak ada satupun yang ingat dengan kejadian semalam oleh sebab tingginya tingkat mabuk yang mereka alami. Pencarian itu membawa mereka ke urusan pernikahan gereja, situasi hampir dipenjara, bahkan berhadapan dengan mafia Asia.

Pada akhirnya film ini memang tidak jauh dengan apa yang saya perkirakan dari awal. Namun ada satu ajaran yang cukup penting yang ingin ditawarkan oleh film itu, bahwa menjadi tua dan dewasa tidak selamanya menyenangkan, manusia harus kembali ke masa mudanya (meski sesekali) untuk merasakan gelegak kehidupan. The Hangover juga hendak mengajarkan, bahwa jangan-jangan pada setiap orang dewasa yang bertindak kekanak-kanakan, mereka dicurigai mengalami masa muda yang kurang menyenangkan. Jadi puaskan masa mudamu, hingga bosan, hingga kehidupan tidak lagi membuat penasaran.

The Hangover

Anda sepasang muda mudi yang akan segera menikah? Jangan melewatkan pesta bujang sebelum Anda bersumpah di altar. Karena mungkin pesta gila bersama teman-teman seperjuangan bisa merubah hidup Anda dalam semalam.

Adalah Doug, calon pengantin pria yang menghabiskan hari bujang terakhirnya bersama Phil, Stu dan Alan. Las Vegas adalah tujuan mereka. Berbekal niat baik dan rencana bersenang-senang a la Vegas, tiba mereka di kota yang konon disebut surga. Surga yang dipenuhi kasino, narkoba dan wanita.

Roofie, sejenis obat-obatan yang biasa digunakan oleh pemerkosa untuk merangsang calon korban juga untuk menimbulkan efek amnesia hingga sang korban tak ingat sama sekali kejadian yang telah menimpanya, adalah awal petualangan empat sekawan ini. Setelah Alan mencampurkan roofie dalam minuman yang mereka tenggak di malam pertama, seketika keempatnya pun masuk dalam lubang cerita tak berjejak. Tak satu pun ingat kejadian yang mereka alami setelah menenggak minuman tadi.

Kesadaran mereka pulih perlahan keesokan harinya bersamaan dengan kenyataan hilangnya Doug. Bertiga mereka mencoba mengumpulkan jejak sang calon pengantin sambil menyibak kejadian-kejadian yang telah mereka lalui malam itu. Rangkaian cerita yang membantu Stu untuk mendengar kembali suara hatinya, menyibak sisi baik Alan si weirdo, menonjolkan sisi jantan Phil, mengasah ketajaman cinta Doug pada calon istrinya serta, yang terpenting, menyatukan mereka dalam persahabatan yang jujur.

Bersiaplah menikmati suguhan komedi a la pria yang membalut pesan sentimentil mengenai persahabatan yang sudah tentu a la pria berjiwa muda.

Oh, can’t wait to have mine, soon. A la wanita tentu saja.

And girls, let’s hangover!

T H E H A N G O V E R

“What happen in Vegas, stay in Vegas”

Ada peraturan tak tertulis yang hampir semua penikmat dunia gemerlap malam tahu: pastikan ada teman yang tidak ikutan teler untuk menjaga dan mengendalikan situasi. Apa yang akan terjadi jika dalam satu rombongan semuanya mabuk? The Hangover sedikit banyak menceritakan kerumitan yang terjadi setelahnya.

Merayakan malam-malam terakhir sebelum Doug menikah, dua sahabatnya Phil dan Stu mengatur liburan tak terlupakan ke Vegas. Tiga sahabat ini juga ditemani oleh Alan, calon kakak ipar Doug. Berempat mereka berkendara menuju Vegas, kota bergelimang dosa. Menginap di suite room dengan menggunakan credit card Stu yang nantinya akan dibagi rata setelah tagihan keluar. Mengenakan jas lengkap dan siap menikmati hiburan malam. Namun apa yang terjadi? Keesokan harinya mereka terbangun dalam kondisi hangover setelah mabuk berat. Tanpa teringat apa yang telah terjadi, mereka mendapati kamar yang sangat berantakan, gigi depan Stu hilang satu, macan di dalam kamar mandi. Dan yang terburuk, sang calon mempelai pria Doug menghilang entah kemana. Mereka hanya memiliki waktu terbatas untuk mencari tahu apa yang terjadi dan membawa Doug ke altar.

Saya melewatkan film ini di bioskop karena saya menyangka akan mendapati film konyol yang penuh adegan slapstick a la Hollywood yang tidak cocok dengan selera saya. Ternyata saya keliru, saya sangat menikmati setiap menit film ini. Persahabatan para pria yang dikemas manis. Phil yang blak-blakan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap calon istri Stu yang dinilai terlalu mengendalikan sahabatnya. Doug yang sangat berterimakasih atas rencana malam bujangnya walaupun akhirnya harus menderita karena kulitnya terbakar. Alan, pendatang baru di gank mereka membuat warna sendiri dengan kekonyolannya.

Jika saya tersenyum merona ketika menonton The Sisterhood of The Travelling Pants karena persahabatan perempuannya mengena sekali, maka saya terbahak-bahak ketika menonton film ini sembari berharap seandainya saya beruntung memiliki calon pasangan dengan paket persahabatan seperti di film. Siapa yang tidak mau memiliki suami seperti Phil yang walaupun terlihat bengal namun masih mau menggendong dan memeluk anaknya hingga tertidur di pangkuannya.

Satu lagi yang pasti, kali ini saya tidak akan melewatkan The Hangover II di bioskop kesayangan... bersama sahabat perempuan saya pastinya ^o^v

Kamis, 18 Agustus 2011

H A R M O N Y


One liter of tears? It’s definitely cry me a river!

Film Korea ini menceritakan segelintir kehidupan narapidana wanita di dalam penjara yang tergabung dalam kelompok paduan suara.

Salah satunya adalah Jeong Hye, ia melahirkan bayinya ketika ia dalam masa tahanan dan diberikan kesempatan untuk merawat anaknya sebelum si bayi diambil oleh negara untuk kemudian diadopsi. Ia harus menyerahkan hak terhadap bayinya setelah ia dihukum karena membunuh suami yang kerap menyiksanya. Ada lagi sosok Moon Ok, wanita setengah baya yang terkena hukuman mati namun tak kunjung dieksekusi setelah bertahun-tahun. Ia juga didakwa atas tindakan terencananya untuk membunuh suami beserta selingkuhannya. Sebagai pemimpin paduan suara yang berpengalaman sebagai guru musik, ia memilih para anggota dan melatih vokal mereka. Yu Mi merupakan anggota paduan suara yang paling terakhir bergabung. Perempuan muda ini dihukum setelah membunuh ayah tirinya yang telah berkali-kali melecehkan dirinya. Peristiwa itu membuatnya trauma dan menjadi orang yang tertutup dan tidak mudah membaur dengan lingkungan sekitarnya.

Seperti kado natal di bulan Juni, mereka diundang untuk mengisi acara di kompetisi paduan suara dengan iming-iming kesempatan untuk bertemu dengan anggota keluarga mereka. Jeong Hye berharap ia dapat melihat anaknya lagi setelah diadopsi. Moon Ok merindu kedua anaknya yang harus ia tinggalkan sejak mereka kecil karena harus menunaikan hukumannya. Hubungan ibu dan anak ini tidak berjalan harmonis. Sementara Yu Mi berkesempatan untuk bertemu dengan ibunya yang selalu ia tolak untuk bertemu sejak ia dipenjara.

Singkirkan jauh-jauh ekspektasi melihat ketampanan Lee Min Ho, kemisteriusan Won Bin apalagi senyum hangat Bae Yong Jun. Film ini hampir semuanya diisi dengan artis perempuan dengan wajah yang biasa saja tapi kemampuan akting yang luar biasa. Penikmat film Korea pasti sudah pernah menonton film ini lalu kemudian merekomendasikan kepada orang-orang di sekelilingnya. Bukan hanya karena film ini bagus, tapi juga karena tidak akan sanggup menahan kepiluan sesaat setelah menonton. Film ini dengan sukses membuat saya megap-megap kehabisan napas menyimak kehidupan para tokohnya. Bagaimana nelangsanya Jeong Hye ketika harus menyerahkan anaknya. Bagaimana getirnya Moon Ok ketika putusan eksekusi akhirnya menghampirinya dan kepanikan tanpa kata teman-teman satu selnya setelah mengetahui waktunya telah tiba. Bagaimana rasa malu menghampiri ketika rombongan paduan suara ini harus digeledah karena ada pengunjung yang kehilangan perhiasannya di toilet yang kebetulan sama-sama mereka pakai. Alur yang cepat membuat film ini tidak membosankan ketika disaksikan. Kita bagaikan menaiki wahana roller coaster di Dunia Fantasi, terasa seperti mau mati. Berlebihan? Mungkin saja. Tonton dulu baru rasakan sensasinya!

Picture

Minggu, 14 Agustus 2011

Resensi Harmony

Film Harmony ini berhasil membuka kedua mata saya lebar-lebar sekaligus mengusik hati, pikiran, dan energi saya, yang pada awalnya memandang film ini dengan sebelah mata. Sebelumnya saya berpendapat bahwa film yang akan saya tonton hanyalah sebuah film korea yang sedang digandrungi remaja tanggung jaman sekarang. Asumsi awal saya tersebut terpatahkan dengan unsur tema, jalan cerita dan akting yang kuat dalam film Harmony. Semua unsur tersebut berhasil diharmonisasikan dengan baik sehingga menghasilkan sebuah film yang layak ditonton.

Menceritakan keadaan penjara wanita di korea dengan berbagai kisah pilu yang dialami oleh para penghuninya. Mereka dipertemukan karena mereka telah melakukan tindakan yang dianggap kriminal. Tentunya dengan berbagai alasan mereka melakukan tindakan kejahatan yang sebenarnya tak ingin mereka perbuat. Label narapidana pun diberikan kepada mereka yang mencoreng status sosial mereka dalam masyarakat.

Lima orang narapidana wanita yang berbagi sel memiliki cerita dan konflik kehidupannya masing-masing. Berteman seorang sipir penjara, mereka berlima berusaha agar tetap memiliki kehidupan yang normal layaknya masyarakat pada umumnya. Memiliki kehidupan yang bahagia, dekat dengan keluarga yang mereka cintai, memiliki impian-impian yang akan terus mereka kejar. Mereka adalah Hong Jeong-hye seorang ibu yang terpaksa membesarkan anaknya di penjara, Kim Moon-ok seorang profesor musik yang dijatuhi hukuman mati, Gong Na-yeong korban pemerkosaan bapak tirinya beserta kedua teman mereka Kang Yoo-mi dan Kang Yeon-sil. Berlima bahu-membahu untuk tetap menjaga asa mereka dalam menikmati kehidupan yang layak.

Apa yang mereka lakukan agar tetap mampu mewujudkan semua itu dalam segala keterbatasan sebuah lembaga pemasyarakatan? Salah satunya adalah dengan membentuk paduan suara. Hong Jeong-hye berpendapat apabila mereka berhasil membentuk suatu kelompok vokal yang baik, mereka akan diberi kesempatan untuk melihat dunia luar. Tentu saja Hong Jeong-hye yakin karena Kim Moon-ok adalah seorang profesor musik yang handal.

Ternyata semua tidak semudah yang mereka bayangkan. Dengan berbagai konflik yang sangat menyayat hati, keinginan mereka untuk membuat paduan suara sangatlah diuji. Dimulai dari kepiluan Hong Jeong-hye sebagai seorang ibu yang harus merelakan anaknya diadopsi orang lain, trauma berat yang dialamai oleh Gong Na-yeong karena pemerkosaan yang ia alami, hingga Kim Moon-ok yang harus menghadapi hukuman mati.

Konflik-konflik inilah yang mewarnai film ini dengan warna biru kelabu. Berbagai kejadian yang menguras perasaan penontonnya. Merongrong langsung sisi kelembutan seorang manusia. Film korea ini mengajak kita untuk mencoba mensyukuri kehidupan yang telah kita miliki saat ini. Sesungguhnya masih banyak saudara-saudara kita yang harus melalui kehidupan dalam kegelapan, sementara kita selalu merasa kurang cerah akan kehidupan yang kita miliki. Berbahagialah kawan, jalani hidupmu dengan bersyukur.

Resensi Film Harmony

Menonton film drama Korea bukanlah sesuatu yang akrab bagi keseharian saya. Namun hal tersebut disebabkan semata-mata oleh kemalasan saja, sesungguhnya saya skeptik sebelum mencoba. Sampai tibalah saya disuguhi tontonan berjudul Harmony. Film ini membuyarkan bayangan saya tentang film Korea yang nirmakna dan hanya menyuguhkan letupan-letupan emosi sesaat, yang notabene sanggup dihasilkan oleh sinetron-sinetron di Indonesia. Harmony ternyata mempunyai kekuatan dari banyak aspek, mulai dari teknik pengambilan gambar, akting pemain, jalan cerita, hingga cara membuat ending yang sangat dramatik, heroik, sekaligus tragik.

Sentral dari film ini adalah seorang balita bernama Min Woo. Kehadiran balita ini menjadi menarik karena ia lahir di tengah-tengah suasana penjara. Sang ibu, Heong Jeong Hye, adalah narapidana dengan vonis hukuman sepuluh tahun akibat membunuh suaminya sendiri. Menarik bagaimana seorang balita menghangatkan suasana penjara yang dingin, atau sebaliknya, mendinginkan suasana penjara yang panas. Dalam penjara wanita tersebut, lumrah terjadi sesama napi baku hantam oleh sebab hal yang relatif sepele. Keberadaan Min Woo seringkali sukses membuat wanita-wanita tersebut “menemukan kembali sisi kewanitaannya”. Dengan menyaksikan balita dengan wajah lugu, sisi lembut wanita-wanita napi tersebut seolah muncul dan pada akhirnya mengakhiri pertengkaran diantara mereka.

Cerita film menjadi berkembang setelah penjara kedatangan kelompok paduan suara. Bagi Jeong Hye, paduan suara itu sangat menggugah hatinya. Ia mengajukan usul pada kepala penjara untuk mengadakan semacam pelatihan paduan suara di penjara tersebut, semata-mata agar para napi mempunyai kegiatan. Kepala penjara tidak keberatan dan meminta Jeong Hye untuk mengorganisasi kegiatan tersebut. Jeong Hye sesungguhnya hanya mempunyai semangat, ia sendiri tidak mempunyai modal musikal yang cukup. Untungnya, seorang terpidana mati bernama Moon Ok pernah mempunyai pengalaman bermusik. Ia menjadi konduktor dan membina dengan serius paduan suara itu. Katanya, “Aku ingin melakukan sesuatu yang berharga menjelang kematian.”

Konflik film ini terjadi ketika Min Woo mesti diserahkan pada orangtua asuh. Kebijakan negara setempat melarang anak balita untuk dibesarkan di penjara dan diharuskan untuk diadopsi oleh orangtua asuh. Kejadian ini mengundang kemuraman bagi Jeong Hye dan seisi penjara juga. Di sisi lain, paduan suara mereka sendiri ternyata berkembang pesat dan diundang ke sebuah festival di Seoul. Pada festival tersebut, status napi mereka mendapat sorotan, baik positif maupun negatif. Dalam satu peristiwa, pernah mereka diminta menelanjangi diri oleh sebab ada tamu yang kehilangan cincinnya.

Film Harmony menyuguhkan suatu cerita yang berjalan perlahan-lahan namun dengan konflik yang menggurita. Ia mengguncang emosi dalam tempo yang relatif lambat, bukan seperti menonton film laga yang mengocok adrenalin karena temponya yang tinggi. Kehebatan lainnya, Harmony tidak terpengaruh stereotip Hollywood yang menyuguhkan film dengan alur yang kurang lebih mirip: opening – konflik – happy ending. Harmony menunjukkan bahwa tidak perlu happy ending untuk menyisakan kesan di hati penonton. Justru ending yang memilukan sering membuat film lebih terngiang-ngiang. Saksikan sendiri filmnya, sangat direkomendasikan!