Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 18 Agustus 2011

H A R M O N Y


One liter of tears? It’s definitely cry me a river!

Film Korea ini menceritakan segelintir kehidupan narapidana wanita di dalam penjara yang tergabung dalam kelompok paduan suara.

Salah satunya adalah Jeong Hye, ia melahirkan bayinya ketika ia dalam masa tahanan dan diberikan kesempatan untuk merawat anaknya sebelum si bayi diambil oleh negara untuk kemudian diadopsi. Ia harus menyerahkan hak terhadap bayinya setelah ia dihukum karena membunuh suami yang kerap menyiksanya. Ada lagi sosok Moon Ok, wanita setengah baya yang terkena hukuman mati namun tak kunjung dieksekusi setelah bertahun-tahun. Ia juga didakwa atas tindakan terencananya untuk membunuh suami beserta selingkuhannya. Sebagai pemimpin paduan suara yang berpengalaman sebagai guru musik, ia memilih para anggota dan melatih vokal mereka. Yu Mi merupakan anggota paduan suara yang paling terakhir bergabung. Perempuan muda ini dihukum setelah membunuh ayah tirinya yang telah berkali-kali melecehkan dirinya. Peristiwa itu membuatnya trauma dan menjadi orang yang tertutup dan tidak mudah membaur dengan lingkungan sekitarnya.

Seperti kado natal di bulan Juni, mereka diundang untuk mengisi acara di kompetisi paduan suara dengan iming-iming kesempatan untuk bertemu dengan anggota keluarga mereka. Jeong Hye berharap ia dapat melihat anaknya lagi setelah diadopsi. Moon Ok merindu kedua anaknya yang harus ia tinggalkan sejak mereka kecil karena harus menunaikan hukumannya. Hubungan ibu dan anak ini tidak berjalan harmonis. Sementara Yu Mi berkesempatan untuk bertemu dengan ibunya yang selalu ia tolak untuk bertemu sejak ia dipenjara.

Singkirkan jauh-jauh ekspektasi melihat ketampanan Lee Min Ho, kemisteriusan Won Bin apalagi senyum hangat Bae Yong Jun. Film ini hampir semuanya diisi dengan artis perempuan dengan wajah yang biasa saja tapi kemampuan akting yang luar biasa. Penikmat film Korea pasti sudah pernah menonton film ini lalu kemudian merekomendasikan kepada orang-orang di sekelilingnya. Bukan hanya karena film ini bagus, tapi juga karena tidak akan sanggup menahan kepiluan sesaat setelah menonton. Film ini dengan sukses membuat saya megap-megap kehabisan napas menyimak kehidupan para tokohnya. Bagaimana nelangsanya Jeong Hye ketika harus menyerahkan anaknya. Bagaimana getirnya Moon Ok ketika putusan eksekusi akhirnya menghampirinya dan kepanikan tanpa kata teman-teman satu selnya setelah mengetahui waktunya telah tiba. Bagaimana rasa malu menghampiri ketika rombongan paduan suara ini harus digeledah karena ada pengunjung yang kehilangan perhiasannya di toilet yang kebetulan sama-sama mereka pakai. Alur yang cepat membuat film ini tidak membosankan ketika disaksikan. Kita bagaikan menaiki wahana roller coaster di Dunia Fantasi, terasa seperti mau mati. Berlebihan? Mungkin saja. Tonton dulu baru rasakan sensasinya!

Picture

Minggu, 14 Agustus 2011

Resensi Harmony

Film Harmony ini berhasil membuka kedua mata saya lebar-lebar sekaligus mengusik hati, pikiran, dan energi saya, yang pada awalnya memandang film ini dengan sebelah mata. Sebelumnya saya berpendapat bahwa film yang akan saya tonton hanyalah sebuah film korea yang sedang digandrungi remaja tanggung jaman sekarang. Asumsi awal saya tersebut terpatahkan dengan unsur tema, jalan cerita dan akting yang kuat dalam film Harmony. Semua unsur tersebut berhasil diharmonisasikan dengan baik sehingga menghasilkan sebuah film yang layak ditonton.

Menceritakan keadaan penjara wanita di korea dengan berbagai kisah pilu yang dialami oleh para penghuninya. Mereka dipertemukan karena mereka telah melakukan tindakan yang dianggap kriminal. Tentunya dengan berbagai alasan mereka melakukan tindakan kejahatan yang sebenarnya tak ingin mereka perbuat. Label narapidana pun diberikan kepada mereka yang mencoreng status sosial mereka dalam masyarakat.

Lima orang narapidana wanita yang berbagi sel memiliki cerita dan konflik kehidupannya masing-masing. Berteman seorang sipir penjara, mereka berlima berusaha agar tetap memiliki kehidupan yang normal layaknya masyarakat pada umumnya. Memiliki kehidupan yang bahagia, dekat dengan keluarga yang mereka cintai, memiliki impian-impian yang akan terus mereka kejar. Mereka adalah Hong Jeong-hye seorang ibu yang terpaksa membesarkan anaknya di penjara, Kim Moon-ok seorang profesor musik yang dijatuhi hukuman mati, Gong Na-yeong korban pemerkosaan bapak tirinya beserta kedua teman mereka Kang Yoo-mi dan Kang Yeon-sil. Berlima bahu-membahu untuk tetap menjaga asa mereka dalam menikmati kehidupan yang layak.

Apa yang mereka lakukan agar tetap mampu mewujudkan semua itu dalam segala keterbatasan sebuah lembaga pemasyarakatan? Salah satunya adalah dengan membentuk paduan suara. Hong Jeong-hye berpendapat apabila mereka berhasil membentuk suatu kelompok vokal yang baik, mereka akan diberi kesempatan untuk melihat dunia luar. Tentu saja Hong Jeong-hye yakin karena Kim Moon-ok adalah seorang profesor musik yang handal.

Ternyata semua tidak semudah yang mereka bayangkan. Dengan berbagai konflik yang sangat menyayat hati, keinginan mereka untuk membuat paduan suara sangatlah diuji. Dimulai dari kepiluan Hong Jeong-hye sebagai seorang ibu yang harus merelakan anaknya diadopsi orang lain, trauma berat yang dialamai oleh Gong Na-yeong karena pemerkosaan yang ia alami, hingga Kim Moon-ok yang harus menghadapi hukuman mati.

Konflik-konflik inilah yang mewarnai film ini dengan warna biru kelabu. Berbagai kejadian yang menguras perasaan penontonnya. Merongrong langsung sisi kelembutan seorang manusia. Film korea ini mengajak kita untuk mencoba mensyukuri kehidupan yang telah kita miliki saat ini. Sesungguhnya masih banyak saudara-saudara kita yang harus melalui kehidupan dalam kegelapan, sementara kita selalu merasa kurang cerah akan kehidupan yang kita miliki. Berbahagialah kawan, jalani hidupmu dengan bersyukur.

Resensi Film Harmony

Menonton film drama Korea bukanlah sesuatu yang akrab bagi keseharian saya. Namun hal tersebut disebabkan semata-mata oleh kemalasan saja, sesungguhnya saya skeptik sebelum mencoba. Sampai tibalah saya disuguhi tontonan berjudul Harmony. Film ini membuyarkan bayangan saya tentang film Korea yang nirmakna dan hanya menyuguhkan letupan-letupan emosi sesaat, yang notabene sanggup dihasilkan oleh sinetron-sinetron di Indonesia. Harmony ternyata mempunyai kekuatan dari banyak aspek, mulai dari teknik pengambilan gambar, akting pemain, jalan cerita, hingga cara membuat ending yang sangat dramatik, heroik, sekaligus tragik.

Sentral dari film ini adalah seorang balita bernama Min Woo. Kehadiran balita ini menjadi menarik karena ia lahir di tengah-tengah suasana penjara. Sang ibu, Heong Jeong Hye, adalah narapidana dengan vonis hukuman sepuluh tahun akibat membunuh suaminya sendiri. Menarik bagaimana seorang balita menghangatkan suasana penjara yang dingin, atau sebaliknya, mendinginkan suasana penjara yang panas. Dalam penjara wanita tersebut, lumrah terjadi sesama napi baku hantam oleh sebab hal yang relatif sepele. Keberadaan Min Woo seringkali sukses membuat wanita-wanita tersebut “menemukan kembali sisi kewanitaannya”. Dengan menyaksikan balita dengan wajah lugu, sisi lembut wanita-wanita napi tersebut seolah muncul dan pada akhirnya mengakhiri pertengkaran diantara mereka.

Cerita film menjadi berkembang setelah penjara kedatangan kelompok paduan suara. Bagi Jeong Hye, paduan suara itu sangat menggugah hatinya. Ia mengajukan usul pada kepala penjara untuk mengadakan semacam pelatihan paduan suara di penjara tersebut, semata-mata agar para napi mempunyai kegiatan. Kepala penjara tidak keberatan dan meminta Jeong Hye untuk mengorganisasi kegiatan tersebut. Jeong Hye sesungguhnya hanya mempunyai semangat, ia sendiri tidak mempunyai modal musikal yang cukup. Untungnya, seorang terpidana mati bernama Moon Ok pernah mempunyai pengalaman bermusik. Ia menjadi konduktor dan membina dengan serius paduan suara itu. Katanya, “Aku ingin melakukan sesuatu yang berharga menjelang kematian.”

Konflik film ini terjadi ketika Min Woo mesti diserahkan pada orangtua asuh. Kebijakan negara setempat melarang anak balita untuk dibesarkan di penjara dan diharuskan untuk diadopsi oleh orangtua asuh. Kejadian ini mengundang kemuraman bagi Jeong Hye dan seisi penjara juga. Di sisi lain, paduan suara mereka sendiri ternyata berkembang pesat dan diundang ke sebuah festival di Seoul. Pada festival tersebut, status napi mereka mendapat sorotan, baik positif maupun negatif. Dalam satu peristiwa, pernah mereka diminta menelanjangi diri oleh sebab ada tamu yang kehilangan cincinnya.

Film Harmony menyuguhkan suatu cerita yang berjalan perlahan-lahan namun dengan konflik yang menggurita. Ia mengguncang emosi dalam tempo yang relatif lambat, bukan seperti menonton film laga yang mengocok adrenalin karena temponya yang tinggi. Kehebatan lainnya, Harmony tidak terpengaruh stereotip Hollywood yang menyuguhkan film dengan alur yang kurang lebih mirip: opening – konflik – happy ending. Harmony menunjukkan bahwa tidak perlu happy ending untuk menyisakan kesan di hati penonton. Justru ending yang memilukan sering membuat film lebih terngiang-ngiang. Saksikan sendiri filmnya, sangat direkomendasikan!

Harmony – Nyanyian hati para napi

Alkisah seorang wanita narapidana bernama Heong Jeong-Hye, divonis hukuman 10 tahun penjara karena membunuh suaminya. Suami yang di saat terakhir hidupnya dilumuri emosi api cemburu hingga memukuli dan menendang istrinya yang sedang hamil besar. Dan tak ada pilihan bagi Joeong-Hye selain melahirkan di Rumah Sakit penjara, didampingi oleh sipir Kong, malaikat bagi para napi yang menjelma dalam balutan seragam dan pentungan sebagai pengganti tongkat ajaib.

Kedatangan baby Min Woo di penjara wanita seperti sumber air di tengah teriknya padang pasir. Para wanita yang notabene memiliki jiwa keibuan yang besar, mengisi kekosongan jiwanya dengan mencurahkan perhatian dan cinta pada si kecil Min Woo yang memang menggemaskan. Si kecil pun seperti memiliki tiga ibu selain ibu kandungnya; Yeon Si dan Hwaja, teman satu sel Jeong Hye dan Min Woo serta sipir Kong. Juga seorang nenek, Moon Ok, yang juga merupakan teman satu sel. Tak hanya para napi dan sipir, kepala penjara pun memerlakukannya seperti mawar di tengah rerumputan. Kecuali satu, sipir Bang yang berkarakter ketus dan selalu menjaga jarak dengan para napi, termasuk dengan Min Woo.

Heong Jeong-Hye suka sekali bernyanyi, walau tidak bisa dikategorikan bisa bernyanyi. Lucunya, setiap dia bernyanyi, baby Min Woo seketika akan menangis, pasti. Hal ini selalu membuat teman-temannya tertawa tetapi membuat Jeong-Hye sedih. Satu hari para narapidana kedatangan tamu, choir wanita yang bernyanyi di atas panggung dalam ruang serbaguna. Para napi berseragam pun terkesima mendengar indahnya alunan lagu yang bergetar melalui suara indah para penyanyinya. Apalagi Joeng-Hye, berkaca-kaca ia melihatnya, terhipnotis oleh bentuk nyata keindahan hasratnya, musik.

Terinspirasi oleh choir tersebut, Jeong-Hye lalu mengusulkan untuk membuat choir bagi para napi yang kemudian disetujui oleh kepala penjara. Dan pencarian bakat pun dimulai. Adalah Moon Ok, yang kemudian didapuk sebagai pemimpin choir sekaligus dirijen. Bukan hal sulit, mengingat Moon Ok dulu belajar musik dan ahli bermain piano. Piano lah yang memperkenalkannya dengan seorang wanita yang kemudian menjadi guru musiknya. Guru musik yang berhasil memikat suami yang dicintainya. Yang kemudian membuatnya gelap mata hingga mengakhiri hidup mereka berdua menjadi pilihan satu-satunya. Pilihan yang membawanya kini dalam seragam berwarna cokelat, terpidana hukuman mati. Tak banyak yang mengenakan seragam ini, bahkan dalam sel nya, Moon Ok satu-satunya cokelat di tengah biru.

Satu hari datang penghuni baru berseragam biru, Yumi, gadis muda yang dikirim ke penjara oleh kematian ayah tirinya yang bertahun-tahun memerkosanya. Kejadian ini membuatnya menjadi seorang yang pendiam dan tertekan. Anti sosial. Tak dinyana Yumi ternyata memiliki suara indah. Dengan perjuangan rumit, akhirnya choir berhasil mendapatkan Yumi sebagai soprano. Yumi juga lah yang kemudian melatih Jeong-Hye bernyanyi, setelah tersentuh oleh impiannya untuk meninabonokan baby Min Woo. Dan berlatih mereka semua, Harmony Choir, demi panggung pertama mereka di depan seluruh penghuni dan petugas penjara lainnya. Perjuangan panjang pun berbalas, sukses dan pengakuan diraih mereka.

Di tengah kebahagiaan yang mendera, Jeong-Hye harus menelan pil pahit. Sudah saatnya baby Min Woo keluar dari penjara, sesuai dengan peraturan Pemerintah Korea bahwa bayi yang dilahirkan dalam penjara harus keluar untuk kemudian dirawat oleh keluarga atau diadopsi pada usia tiga tahun. Dan si kecil pun diadopsi, oleh sepasang guru. Mawar layu, sumber air kering. Para ibu harus berjuang lebih keras untuk bertahan.

Tahun-tahun berlalu, kesuksesan Harmony Choir sudah terdengar lebih luas hingga mereka diundang dalam acara Woman’s Choir Competition, sebagai bintang tamu. Pada kesempatan ini lah para napi menunjukkan prestasi mereka pada keluarga dan handai taulan yang diperbolehkan untuk diundang. Di ujung penampilan mereka di depan hal layak ramai, ada kejutan dari choir anak-anak yang naik ke panggung untuk bernyanyi bersama. Setiap anak kemudian menggandeng satu penyanyi. Dan di sana lah, Jeong-Hye kembali bertemu baby Min Woo yang kini sudah besar dan tak mengenali ibunya lagi. Momen pertemuan kembali yang sungguh membasahi kekeringan jiwa Jeong-Hye bertahun-tahun ini.

Sepulangnya dari acara tersebut, penjara diliputi aura bahagia, mawar merekah di tiap sudut sel. Hingga satu siang sipir Kong dan Bang mendatangi sel berisi lima wanita yang sudah menjadi keluarga ini. Tidak, alih-alih membawa berita baik lainnya, para sipir ini datang untuk menjemput pemimpin choir mereka, Moon Ok. Nenek berseragam cokelat yang akhirnya dapat melepas seragamnya tersebut dan dapat keluar dari penjara, untuk selamanya.

Jangan sedih, jangan depresi. Itu yang saya katakan setiap habis menonton film ini. Meski di awal film sudah dituliskan bahwa tokoh dan kisah dalam film ini sebagian nyata dan sebagian fiksi, tapi tetap saja terasa begitu nyata dan masuk akal buat saya. Itu yang saya yakini hingga saat ini.

Ini bukan film cewek, bukan film cowok, ini film untuk semua. Film that really kills. Itu sebabnya mengapa saya memilih film ini untuk ditonton dan kemudian sama-sama dibuat resensinya.

Korea; artis, produser, latar, penulis naskah dan semua krunya. Biar banyak orang merubah mind set mereka dan tidak menjadikan film Korea sebagai film kelas dua. Watch first and comment after.

Tissu, itu yang wajib disediakan sebelum menonton film ini. Jangan seperti saya, yang akhirnya harus mengganti baju karena terpaksa digunakan untuk mengerikan cairan yang keluar dari mata dan hidung.

Pesan moral? Padat. Tontonlah, lalu rekomendasikan lah jika merasa perlu menyebar pesannya.

Saran terakhir, jika ada acara penting yang harus dihadiri esok atau setelah nonton film ini, baiknya dimatikan saja dulu, cari waktu lain. Daripada harus datang dengan mata seperti habis jadi korban kekerasan dalam rumah tangga?

Harmony, nyanyian hati para napi.