Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Minggu, 14 Agustus 2011

Resensi Film Harmony

Menonton film drama Korea bukanlah sesuatu yang akrab bagi keseharian saya. Namun hal tersebut disebabkan semata-mata oleh kemalasan saja, sesungguhnya saya skeptik sebelum mencoba. Sampai tibalah saya disuguhi tontonan berjudul Harmony. Film ini membuyarkan bayangan saya tentang film Korea yang nirmakna dan hanya menyuguhkan letupan-letupan emosi sesaat, yang notabene sanggup dihasilkan oleh sinetron-sinetron di Indonesia. Harmony ternyata mempunyai kekuatan dari banyak aspek, mulai dari teknik pengambilan gambar, akting pemain, jalan cerita, hingga cara membuat ending yang sangat dramatik, heroik, sekaligus tragik.

Sentral dari film ini adalah seorang balita bernama Min Woo. Kehadiran balita ini menjadi menarik karena ia lahir di tengah-tengah suasana penjara. Sang ibu, Heong Jeong Hye, adalah narapidana dengan vonis hukuman sepuluh tahun akibat membunuh suaminya sendiri. Menarik bagaimana seorang balita menghangatkan suasana penjara yang dingin, atau sebaliknya, mendinginkan suasana penjara yang panas. Dalam penjara wanita tersebut, lumrah terjadi sesama napi baku hantam oleh sebab hal yang relatif sepele. Keberadaan Min Woo seringkali sukses membuat wanita-wanita tersebut “menemukan kembali sisi kewanitaannya”. Dengan menyaksikan balita dengan wajah lugu, sisi lembut wanita-wanita napi tersebut seolah muncul dan pada akhirnya mengakhiri pertengkaran diantara mereka.

Cerita film menjadi berkembang setelah penjara kedatangan kelompok paduan suara. Bagi Jeong Hye, paduan suara itu sangat menggugah hatinya. Ia mengajukan usul pada kepala penjara untuk mengadakan semacam pelatihan paduan suara di penjara tersebut, semata-mata agar para napi mempunyai kegiatan. Kepala penjara tidak keberatan dan meminta Jeong Hye untuk mengorganisasi kegiatan tersebut. Jeong Hye sesungguhnya hanya mempunyai semangat, ia sendiri tidak mempunyai modal musikal yang cukup. Untungnya, seorang terpidana mati bernama Moon Ok pernah mempunyai pengalaman bermusik. Ia menjadi konduktor dan membina dengan serius paduan suara itu. Katanya, “Aku ingin melakukan sesuatu yang berharga menjelang kematian.”

Konflik film ini terjadi ketika Min Woo mesti diserahkan pada orangtua asuh. Kebijakan negara setempat melarang anak balita untuk dibesarkan di penjara dan diharuskan untuk diadopsi oleh orangtua asuh. Kejadian ini mengundang kemuraman bagi Jeong Hye dan seisi penjara juga. Di sisi lain, paduan suara mereka sendiri ternyata berkembang pesat dan diundang ke sebuah festival di Seoul. Pada festival tersebut, status napi mereka mendapat sorotan, baik positif maupun negatif. Dalam satu peristiwa, pernah mereka diminta menelanjangi diri oleh sebab ada tamu yang kehilangan cincinnya.

Film Harmony menyuguhkan suatu cerita yang berjalan perlahan-lahan namun dengan konflik yang menggurita. Ia mengguncang emosi dalam tempo yang relatif lambat, bukan seperti menonton film laga yang mengocok adrenalin karena temponya yang tinggi. Kehebatan lainnya, Harmony tidak terpengaruh stereotip Hollywood yang menyuguhkan film dengan alur yang kurang lebih mirip: opening – konflik – happy ending. Harmony menunjukkan bahwa tidak perlu happy ending untuk menyisakan kesan di hati penonton. Justru ending yang memilukan sering membuat film lebih terngiang-ngiang. Saksikan sendiri filmnya, sangat direkomendasikan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar