Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

Tersesat

Empat orang duduk bersila di lantai. Ruangannya kecil, dialasi tikar. Ada dua lukisan murahan tergantung di dinding. Satu besar, satu kecil. Mereka melingkar, dibungkus dingin malam. Asap mengepul dari rokok. Asap mengepul dari kopi. Baju mereka? Biasa saja, kaos dan jeans. Ada seorang pakai kemeja. Usia mereka rata-rata empat puluh lima, tapi ada satu yang lima puluh.

Anto : Jadi, Mas, apa nama kitabnya?

Mas Boy : Kitabnya.. Kitab Hijau saja gimana? Simpel dan mudah diingat.

Rizal : Tapi, Mas, berarti warnanya harus hijau dong.

Mas Boy : Ah, kata siapa? Kitab Kuning juga warnanya tidak selalu kuning. Batu Hitam juga tidak hitam-hitam amat. Hijau lambang alam, kesuburan, dan semesta ini.

Anto : Ya, saya sih setuju aja, Mas.

Mas Boy : Ya, nanti kita susun saja, pasal-pasalnya.

Dimas : Pasal atau ayat? Pasal itu, kaya UUD aja.

Mas Boy : Hahaha. Oke, ayat saja.

Rizal : Perlu ada semacam ayat wajib, Mas. Kaya Doa Bapak Kami atau Al-Fatihah.

Mas Boy : Tenang, sudah kutulis. Pendek saja, cuma empat pasal. Eh, ayat.

Anto : Bacakan, Mas!

Mas Boy : Oke, sebentar ya.

Mas Boy membuka lipatan kertas, yang mana ia ambil dari saku celananya. Lalu ia baca isinya dengan lantang.

Satu, kami beriman pada Tuhan kami, Vasudeva. Yang mempunyai jiwa kekal abadi di alam sana. Melindungi kami dalam setiap gerak-geriknya.

Dua, kami beriman akan kebenaran Kitab Hijau ini. Yang diucapkan Vasudeva, lewat perantara kami. Sang penyelamat manusia, Boy Stefanus Jatipermana.

Tiga, Vasudeva tinggal di langit kedelapan. Ia menanti ketika manusia telah melewati regenerasi ketiga. Hanya yang baik yang akan selamat sampai Vasudeva. Vasudeva akan memberi rahmat tak terkira, setelah kita sampai bersamanya.

Empat, cintailah sesama. Tolong fakir miskin dan yatim piatu. Cintai wanitamu. Hidup adalah kebebasan. Seperti Vasudeva, ia bergerak bebas di semesta.

Lima, nafkahkan hartamu. Seberat emas murni yang ditimbang dalam neraca. Karena demikian kasih Vasudeva laksana emas. Cemerlang dan indah bahkan dari kejauhan.

Rizal : Saya suka bagian hidup adalah kebebasan, datang setelah kata cintai wanitamu.

Anto : Hehe. Sama saya juga. Artinya, cintai wanita secara bebas! Hahahaha.

Dimas : Kalau saya jelas, ayat lima.

Rizal : Itu, tidak perlu dibicarakan lagi. Hahaha.

Mas Boy : Ada koreksi?

Dimas : Pada saat berkumpulnya umat. Apakah kata “satu”, “dua”, dibacakan?

Mas Boy : Hmmmm.. gimana ya?

Rizal : Jangan deh, nanti kayak sila pancasila.

Anto : Iya, Al Fatihah dan Doa Bapa Kami juga tidak pake satu dua tiga empat.

Mas Boy : Oke deh.

Dimas : Nah, kalo digerebek pemuda Islam, gimana nih?

Rizal : Itu sudah kami pikirkan, lama-lama pasti digerebek juga.

Mas Boy : Ya, tapi tenang, kita sudah pikirkan. Tinggal setuju bubar, ganti nama lagi. Tuhannya ganti, kitabnya ganti. Toh, orang jaman sekarang dilanda kebingungan. Makin pemuda Islam rajin menggerebek, makin punahlah citranya. Orang makin tidak simpati. Jadi mereka pada beralih ke aliran-aliran kepercayaan. Seperti kita ini. Yah, berdoalah, agar lancar semua ini.

Rizal : Berdoa? Sama Vasudeva?

Mas Boy : Anggap saja demikian. Hahaha.

Semua : Hahahaha.

Tawa mereka memecah keheningan. Tuhan baru telah lahir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar