Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

Meteor Garden

Barcelona, udaranya sungguh menggoda. Sungguh baik hati sutradara dan kru mau membawaku kesini. Disini eksotik, persis seperti apa yang Wikipedia katakan. Dan tak terasa bahwa tempat ini punya pergulatan politik: bangsa Catalan yang konon selalu mau memisahkan diri. Aku cukup deg-degan, menantikan syuting pertama dari Meteor Garden edisi dua. Katanya ada adegan dimana aku menjelajah kota ini, sambil menaiki Lamborghini. Itu asyik, pastinya, dan akan membuatku keren di mata para wanita. Tak terbayang ketika aku sampai di Taiwan untuk mempromosikan serial, gempita dimana-mana, meneriakkan namaku penuh gelora, “Jerry! Jerry! Jerry!” Kukulum senyumku, dan kubuka kacamata hitam sesekali untuk mengerling, agar mereka semakin tergoda dan tergila-gila.

Lalu akupun disini, di dalam Lamborghini. Mendengarkan pengarahan dari sutradara, soal rute-rute perjalanan, soal seberapa cepat aku mengendara, dan soal bagaimana tampangku dari dalam sana. Itu mudah. Sangat mudah. Hingga akhirnya sutradara mengatakan, bahwa nanti ada adegan mobil terguling, dan kau celaka. Hilang ingatan. Aku sempat berdebat, karena apa jadinya para pemirsa jika aku celaka? Tampangku bagaimana? Lamborghini mahal ini bagaimana jika digulingkan? Sanggupkah rumah produksi kalian membayar gantinya? Jika membayar aku saja kalian banyak tawar menawar. Sutradara menenangkanku, “Jerry, tenang. Di tengah jalan, Lamborghini ini mogok, dan kau mengancam orang yang sedang menaiki Starlet, untuk kau pinjam mobilnya. Lanjutkan berkendara dengan Starlet, dan bergulinglah di tikungan yang telah disiapkan.” “Oke, Pak, siapa stuntman nya?” “Ah, tak ada stuntman, kau saja sendiri ya?”

Itu terdengar seperti pertanyaan, tapi sesungguhnya tidak. Aku tak diberi kesempatan menjawab, dan sutradara sudah menjauh dari mobil, dan kembali ke krunya untuk meneriakan “action”. Aku tadinya mau berdebat, tapi tak apalah. Biar aku keren, seperti Jacky Chan. Agar aku bisa bilang di konferensi pers, bahwa aku tak menggunakan pemeran pengganti. Semua adegan berbahaya itu, aku yang lakukan. Aku terancam bahaya, nyaris mati! Lalu para fans menjerit, mengirimiku surat dan hadiah. Yang intinya ingin bertemu atau tidur denganku. Hihihi. Kurasa itu keren.

“Action!” sang sutradara berteriak. Aku injak pedal gas Lamborghini, kupasang mukaku yang tergarang. Mataku bermain diam-diam, mengagumi keindahan sudut kota Barcelona. Lalu para kru sudah menunggu di perempatan, dekat mobil Starlet yang katanya mesti aku curi. Lalu aku hentikan mesin, berlagak mogok. Kubuka kap, berlagak mengerti mesin. Padahal hanya kupukul saja itu Lamborghini. Lalu aku datangi pria di mobil Starlet. Kuancam dia, dan ini setengah serius, agar aku tampak galak dan para wanita berfantasi tentang bagaimana aku di ranjang. Pemain pria itu ketakutan, dari hati yang paling dalam, kurasa. Ia pergi, meninggalkan kuncinya di Starlet. Kukendarai mobil itu, sambil mengeluh dalam hati. Ini jelas tak sepadan dengan Lamborghini. Lalu itu, kulihat tanjakan itu, yang mesti kulalui dengan dua ban di sebelah kiri, agar efeknya si mobil akan terbalik. Mudah, ini mudah. Jacky Chan, kau bisa, aku pun bisa. Aku Jerry Yan, dan ini mudah. Mobilku naik, terbalik, wow dunia berpusing, dan kubersiap karena sebentar lagi akan terdengar bunyi pelanting. Bum!

“Jerry, Jerry,” Sutradara memanggil Jerry di ranjang rumah sakit, bersama tim medis. “Bagaimana, kabarnya, Dok?” “Ia mengalami gegar otak, ringan, tapi cukup untuk menghilangkan ingatannya sementara.” “Bagus, ini sesuai harapan. Ia perlu dibersihkan otaknya dari pikiran soal wanita dan fans. Ia harus akting secara profesional. Aku sudah muak mengarahkan ia, kalau bukan karena rumah produksi terus-terusan memaksa.” Sutradara tersenyum girang, terpikirkan untuk berbicara apa dengan bosnya, “Bos, adegan selanjutnya tentang hilang ingatan Dao Ming Shi akan sedikit lebih mudah. Kau tak bisa membedakannya dengan reality show.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar