Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Jumat, 22 Juli 2011

Temu kangen (akhirnya)

“Sayang, handukku yang putih ini ya?”

“Iya, iya.”

Kreeettt, pintu kaca kamar mandi terbuka. Seorang pria berdada bidang keluar. Sambil menggosok rambut basahnya, tatapan terhenti pada wanita di ranjang.

”Ow, baru ya?”

”Yup! Special for today,” jawab si wanita bermata besar sambil mengerling manja.

“Aaauuummm…”

Sang pria mengaum sambil menirukan macan kala siap menerkam.

“You too, baby?”

“Aha, for our special day,” ujar wanita lainnya yang sedari tadi duduk manis di jendela, menatap ke bawah sana; dikaguminya taman dengan bunga-bunga terawat indah yang membingkai air mancur.

“Hahahahahhahaaa… My girls!”

Tawa membahana, dua wanita, satu pria.

Kala itu sudah pagi, sekitar jam dua. Tirai putih bermotif ranting kering menari kedinginan oleh hembusan angin dan kaca-kaca pun mulai buram berembun. Di ranjang berukuran raja terbaringlah tiga insan yang sedang berbahagia setelah melepas rindu. Rindu serindu-rindunya setelah dua tahun berpisah. Dua tahun yang terasa sungguh menyiksa bagi ketiganya. Masa-masa yang kini dengan mudahnya mereka lupa.

”Hhhhmm...”

Sang pria terlihat terjaga, matanya membuka ditengah empat mata lainnya yang sudah menutup damai. Ditatapnya televisi yang menayangkan salah satu konser band asing favoritnya, Guns ’n Roses. That’s a rock star! Ujarnya dalam hati. Beringas dan ganas. Well that’s me. Pemandangan panggung besar dengan penonton jutaan membawanya kepada kenangan kala dirinya nyaris setiap hari berdiri dari satu panggung ke panggung lain. Betapa dia merindukannya. Segera, batinnya. Tiba-tiba saja perjalanan kenangan lompat ke hari saat dia mendapatkan kembali kebebasannya, “Tenang, semua sudah beres,” ujar ahli hukum yang membelanya selama dua tahun belakangan. Para ahli yang bayarannya sangat menguras tabungannya, juga kekasihnya. “Kok bisa, Bang?” tanyanya penasaran. “Si habib akhirnya mau terima amplop kita, massanya gak akan diturunkan lagi janjinya.” Alhamdulillah.. “Kok akhirnya mereka mau juga, Bang?” tanyanya pensaran. “Itu dia, setelah kita naikkan empat kali lipat baru mereka gubris. Memang sialan tuh pada!” Terserah lah bagaimana caranya, akhirnya aku bisa menghirup udara kebebasan lagi.

“Si om-mu bagaimana akhirnya, babe?” Perjalanan kenangannya terbang ke adegan beberapa jam lalu, di ranjang tempat dia berbaring sekarang.

“Iya, gimana tuh akhirnya? Kita beneran sudah aman?”

“Iya, kalian tenang aja. Suamiku sudah membungkamnya.”

”Kok bisa?”

”Iya, kok bisa?”

”Si mas menawarkannya proyek besar di Papua. Setelah teror-teror yang tak habis-habinyas kami terima, akhirnya dia mau menunjukkan batang hidungnya.”

”Kalian sudah ketemu lagi?”

”Iya, kami bertiga.”

”Lalu?”

”Ya dia tanya penawaran apa yang bisa kami kasih. Si mas paparkan semua, dia tertarik, perjanjian langsung dibuat saat itu juga.”

”Saat itu juga?”

”Iya.”

”And here I am. Thanks to my dear husband.”

“To your dear husband!” Si pria mengangkat gelas berkakinya.

“Ya, to your beloved husband!” Wanita bermata besar turut mengangkat gelasnya.

“To the best husband in the world!”

Dan tersenyum penuh makna, ketiganya.

“Does he, your husband, know that you are here, today?” Wanita yang masih berstatus single itu mengemukakan rasa penasarannya.

“That I’m in your house?”

“Yup!”

“Should he?” jawabnya nakal.

“Hahahahahaaa….”

Tawa bahagia ketiganya membahana, diselimuti kecupan manja si pria pada kedua wanitanya. Wanita-wanita yang telah membuktikan padanya apa arti setia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar