Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

Merapi

Maridjan, aku sudah kenyang. Kembali kau kenyangkan seperti yang setiap hari kau sajenkan. Magmaku diam jinak di dasar sana. Wedhus gembel tak bikin gatal sehingga tak usah aku batuk segala. Lahar belum kebelet untuk naik. Aku kenyang, tubuhku baik. Jika kemarin-kemarin aku sempat bikin ulah, karena aku tengah bad mood. Aku kesal sama Tuhan, karena manusia kerjaannya merusak, kok didiamkan terus? Tuhan mendengar aduanku, dan Beliau bilang: kalau mau marah, ya marahlah sendiri, kau sudah kuberi kemampuan untuk memberi peringatan. Jadilah kuguncang bumi, kuberi hujan abu, dan kukeluarkan dahak yang bersemayam lama dalam tenggorokan.

Namun Maridjan, kekasihku, yang membuat aku tak mau sering marah-marah. Sajenmu selalu mengenyangkan, selalu membuatku adem dan ingin tidur selama-lamanya. Aku tak mau engkau tertelan kemarahanku sekalipun, aku ingin kau mengungsi kala tanda itu datang, untuk memberi wejangan bagi manusia yang bodoh dan serakah. Aku tak ingin kau mati, karena kau satu-satunya manusia baik yang kukenali. Kau tahu kapan aku bikin ulah, kapan aku sedang tenang, tapi kau selalu menyebut bahwa engkau tak tahu apa-apa pada manusia yang ingin mendaki lenganku. Kau selalu mengembalikan segala pengetahuan pada Gusti Allah yang sama-sama kita sembah.

Wahai Maridjan, sekarang aku berubah pikiran. Bisakah kau menebak yang aku pikirkan? Aku kasian sama kamu, Djan. Ndak capek opo? Tiap hari ngasih makan aku sampe puluhan tahun? Apakah kamu gak tertarik ngasih makan cewek-cewek muda yang mungkin mau kamu madu? Kamu udah jadi bintang iklan, Djan, uangmu banyak, ngapain nungguin aku terus?

Ah, Djan, Djan.. Kamu tau aku cuma menggodamu. Aku tahu derajat kesetiaanmu. Maka itu Maridjan, aku mau berterima kasih pada segala apa yang sudah kau berikan padaku. Kemarilah, kawin denganku, jangan lagi terikat dengan apa yang tampak. Mari kita bersama-sama jadi pasangan yang dengan setia menyembah gusti Allah semata. Terima kasih Maridjan, untuk sekali ini, terimalah: bentuk terima kasihku. Ijinkan aku membebaskanmu dari tugas memberiku makan. Selama-lamanya, Djan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar