Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Jumat, 22 Juli 2011

Putri Semangka, Nona Nanas dan Dewi Melon

“Sammy, kau terlihat menawan sekali malam ini dengan tema merah menyala. Aw silau,” Nona Nanas yang memang bertabiat ceria menyemarakan suasana.

“dan tanpa bercak hitam. Luar biasa”.

“Ya dong Nancy. Mau pesta gitu loh. Biar gak kalah eksis sama kamu,” jawab Putri Semangka dengan menggamit tangan Nona Nanas agar lebih merapat ke dirinya.

“Ngapain nempel-nempel sih?” Nona Nanas merasa terganggu dengan kelakuan Putri Semangka.

“Kalau aku deket-deket yang standar, kayak kamu, aku kan jadi lebih terlihat menonjol,” jawab Putri Semangka polos dan senyum pun mengembang di wajahnya.

“Sialan lo. Biar standar begini, di tiap pesta pasti ngundang gw. Kalo gak ada gw, gk bakalan rame tuh pesta,” sanggah Nona Nanas tak mau kalah.

“Kita merapat ke tengah yuk!” ajak Putri Semangka.

Dan mereka berdua berjalan perlahan-lahan dengan mengangkat ujung gaun yang mereka pakai agar tidak terpeleset lantai kaca. Mengarah langsung ke tengah, siap untuk menjadi pusat perhatian. Tersenyum penuh percaya diri sambil melihat ke sekitar, menerka-nerka berapa harga sepatu yang dikenakan si ini, lipstik merek apa yang dipakai si anu, tas tangan manik-manik keluaran desainer siapa yang dipakai si itu.

Sampai juga akhirnya mereka ke tempat yang mereka inginkan. Disana ia berjumpa dengan Dewi Melon yang tak kalah jelita dengan kesegarannya.

”Melly! Sudah dari tadi datang? Kok baru keliatan?” Nona Nanas memulai perannya untuk mencairkan suasana.

“Saya sudah dari tadi. Seperti biasa, saya langsung menuju posisi tengah, tidak terbiasa di daerah pinggiran soalnya,” jawab Dewi Melon sombong. Sedari dulu ia memang selalu angkuh karena terlahir di California.

Putri Semangka dan Nona Nanas tersenyum masam mendengar jawaban itu, namun karena sudah kenal betul dengan watak teman mereka yang satu ini, ketiga sahabat itu larut dalam percakapan dari yang tidak penting samapai ke percakapan yang sama sekali tidak penting.

Sementara mereka sibuk berbincang, dari atas terdengar suara-suara merdu.

“Nasto, ambil pudingnya yang banyak ya! Semua warna! Gw doyan”.

“Oke oke. Lo ambil buahnya gak usah banyak-banyak. Gw udah kekenyangan. Abis kita makan ini, kita pamit ke Boiq ya bow. Udah malem ini”.

”Oki doki”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar