Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

Lele oh lele

Kukeluarkan lele dari kulkas. Lele yang dibeli Mbak Nur di pasar Kebayoran kemarin. Dibeli dalam keadaan mati, tak hidup lagi, bangkai. Sudah hilang isi perutnya, pun kumisnya. Setibanya lele di rumah, kucuci ia, di bawah aliran air keran. Kugosok kuat-kuat kulitnya, licin. Seperti lantai kamar mandi yang tak disikat berbulan-bulan. Semakin digosok semakin licin si lele. Kugosok terus dan terus hingga ku bosan. Akhirnya kuputuskan bahwa memang begitulah kulit lele, tak bisa kesat. Semoga saja tak ada lele perempuan.

Buku resep bilang, kelezatan lele goreng terletak pada bumbunya dan kegaringannya. Susah susah mudah, memasak lele ini. Lele pertamaku. Kunyit, bawang dan garam kucampur, sesuai instruksi. Kucelupkan lele ke dalam bumbu, hingga tenggelam. Harus dibiarkan semalaman juga, biar melebur lele dan bumbu, biar akrab mereka. Lucu sekali posisi mereka sekeluarnya dari kulkas, seperti saling berpelukan karena kedinginan, kaku. Jadi kubiarkan mereka menghangatkan diri sesaat, di atas meja.

****************************************************************************************************************

Dia pandangi lele yang terbujur kaku. Lele yang membawanya kembali ke malam sebelumnya, kala melihat gambar ikan lele berbuntut keriting di buku resep. Hasil akhirnya harus seperti di gambar itu, pikirnya. Didiamkan si lele di atas meja, guna mendapatkan kehangatan demi mendapatkan kembali kelenturan tubuhnya. Tak mau membuang waktu, disiapkannya wajan, dipenuhinya dengan minyak, seperti petunjuk di buku.

Dia yakin bahwa tahapan tersulit sudah dilaluinya, membersihkan lele. Setelah menghabiskan setengah jam mengesatkan si lele, proses membuat bumbu dan menggoreng terlihat jauh lebih mudah. Minyak sudah panas, bulir-bulir kecil muncul di sekeliling wajan, sudah saatnya. Diceburkannya si lele, hingga terendam. Ada petasan! Mundur dia, menyelamatkan diri. Diambilnya tutup panci lalu ditaruh di atas wajan, aman. Sambil menunggu, dipandanginya potret lele berbuntut keriting, lagi dan lagi.

****************************************************************************************************************

Kau tergiur melihat gambar lele yang tersaji di atas piring lonjong di buku resep itu, buku yang kau temukan di tumpukan buku di samping telepon. Kau baca bahan-bahan dan cara memasaknya. Mudah, pikirmu. Lalu kau salin semua bahan ke secarik kertas, kemudian kau berikan pada Mbak Nur beserta selembar uang dua puluh ribu.

Lele datang, perjuangan dimulai. Kau ambil celemekmu. Kau bersihkan lele-lele di wastafel dibelakang. Harus digosok terus sampai bersih dan kesat, simpulmu. Selanjutnya, bumbu. Kau siapkan kunyit, bawang dan garam. Kau haluskan lalu kau campur dengan lele tadi, tambahkan air hingga dia tenggelam. Kau diamkan mereka semalaman, biar meresap hingga lezat, batinmu. Kau harus sabar, demi keberhasilan lele goreng pertamamu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar