Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Rabu, 20 Juli 2011

Lebaran

Setiap tanggal 1 Syawal, umat muslim melaksanakan sholat sunah Idul Fitri. Merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan, merayakan kemenangan karena walaupun hanya selama satu bulan mampu untuk menahan nafsu baik lahir maupun batin (kalau untuk perempuan dewasa biasanya tidak penuh satu bulan…karena kedatangan tamu langganan). Untuk di negeri tercinta Indonesia, Hari Idul Fitri juga dikenal dengan nama Lebaran…

Lebaran… saatnya berkumpul dengan sanak famili yang terkadang memang hanya bertemu setahun sekali. Berbagi cerita mengejar ketertinggalan berita. Sepupuku si A tengah melanjutkan sekolahnya di benua lain, si B sudah menikah dan menanti kelahiran anak pertamanya, si C masih berkutat dengan kekasih tujuh tahunnya dan akan menikah tahun depan, anaknya si D kemarin sakit panas dan topik-topik lainnya.

















Para sepupu dan keponakan yang belum mengecap kejamnya dunia

Waktu masih sekolah dasar, begitu mendambakan datangnya lebaran karena lebaran berarti baju baru, sepatu baru, dan uang baru (maksudnya jatah uang yang dikasih nenek, oma, om, tante, uwak, pakcik/makcik biasanya masih baru dan tidak lecek). Datang pagi-pagi untuk sholat ied di halaman masjid dekat rumah meski puasa bolong-bolong, kadang sehari penuh, kadang setengah hari lalu lanjut lagi. Kemudian berkunjung ke rumah nenek (walaupun itu juga kakek yang beli, tapi selalu disebut rumah nenek) dan kalau oma sedang di jakarta, kami langsung melanjutkan perjalanan ke rumah oma. Berkumpul dan bermain bersama para sepupu, mencari informasi om atau tante yang mana yang akan membagikan angpau, bersama-sama menghitung uang hasil pemberian. Sangat menyenangkan ketika lebaran datang.

Waktu duduk di bangku kuliah, seperti biasa Mamamia melarang aku untuk ikutan keliling Jakarta saat malam takbiran. “Jangan De… malam takbiran itu darah kita manis. Maksudnya, banyak terjadi kecelakaan kalau malam takbiran. Jadi Ade’ di rumah aja ya. Tapi jangan maen petasan! Bahaya!!”, begitulah ibuku. Akhirnya aku menghabiskan malam takbiran di rumah teman mainku sedari kecil sambil maratón nonton Meteor Garden 2 sementara Takbir berkumandang dari masjid-masjid di sekitar rumah. Perayaan kemenangan yang luar biasa (maksudnya benar-benar di luar kebiasaan). Keesokan harinya yakni Lebaran, kembali dimulai ritual kunjugan setahun sekali. Pertanyaan yang diajukan oleh para kerabat pun tak lagi; “Ranking berapa Anast?” (angka tetap merupakan elemen penting untuk sebagian orang) tapi pertanyaan yang berkaitan dengan hubungan asmara; “Udah punya pacar Nast? Namanya siapa?” (sementara sebagian orang yang lain mengambil pusing urusan pribadi).

Tahun ini, perayaan tersebut tidak sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Tepat di hari terakhir Ramadhan, salah satu Om ku berpulang kepangkuanNya. Jadilah kami -aku, ibuku dan abangku, melayat ke rumah duka di Cijantung. Pengalaman pertama untuk keluarga besar kami, kumpul satu hari sebelum Lebaran. Semasa hidupnya Almarhum adalah orang yang begitu baik, begitu menurut kebanyakan orang. Ia menjadi mualaf dan menikahi tanteku. Hampir sepanjang hidupnya, mereka tak terpisahkan. Travelling, hobi mereka. Tahun ini Lebaran di kota B, tahun depannya lebaran di kota S. Tipe penikmat hidup. Ketika tenteku yang juga adalah istrinya menyempurnakan hidup. Almarhum kembali ke Jakarta untuk menetap hingga memenuhi panggilannya 30 Ramadhan kemarin. Kumandang takbir dari setiap masjid dan bunyi petasan serta letupan kembang api mengiringi sepanjang jalan ke pemakaman.

Sama seperti Jean-Paul Sartre dengan kekasih abadinya Simone de Beauvoir yang dimakamkan satu liang, mereka –tante dan om ku- beristirahat di tempat yang sama pula.
Until deaths do us a part, kurasa bukan janji itu yang mereka ucapkan,
melainkan Even death could not do us apart…

Semoga Om-Tante damai dan tenang disisiNya (titip peluk dan cium untuk Bapak ku)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar