Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

KUCING DALAM KARUNG

Namanya Meng. Ia kucing yang dikategorikan, kalau biasa orang menyebutnya, kampung. Warna dasar bulunya adalah putih. Ada beberapa totol disana. Kebanyakan hitam, tapi ada juga kuning keemasan. Tubuhnya kecil mungil, usianya baru setahun dua bulan. Mungilnya sebesar, apa ya, coba kau buka lebar-lebar telapak tanganmu dan jajarkan keduanya, kira-kira sebesar itulah jika kau kemudian berandai-andai meremasnya. Ia bukannya tidak bertuan. Keluarga Gunawan memeliharanya, terutama anak sulungnya, Sasha.

Keluarga Gunawan tinggal di Bandung, mereka keturunan Tionghoa. Mereka terdiri dari empat orang. Selain Bapak dan Ibu Gunawan, anaknya bernama Sasha dan Boy. Sasha duduk di kelas tiga SD. Badannya gemuk sekali, rambutnya sering dikepang. Sasha anak yang lucu dan cerdas. Ia sering juara lomba menggambar dan menyanyi. Waktu kecilnya, ia sering menang lomba bayi sehat. Sedangkan Boy, cenderung pendiam dan tertutup. Meski tampan rupawan, tapi badannya kurus dan kecil.

Pak Gunawan bekerja sebagai pedagang. Pedagang tekstil. Ia punya satu pabrik kecil dengan dua ratus karyawan. Meski punya mobil, ia kemana-mana seringnya pakai motor. Kalaupun harus bermobil, ia pakai mobil baknya yang hitam dan lusuh. Mobil Kijang-nya, hanya dipakai hari Minggu, kala jalan-jalan bersama keluarga. Bu Gunawan seringnya di rumah. Berdagang tas, baju, dan sepatu hasil kiriman adiknya yang tinggal di Cina Daratan sana. Dikirimnya barang-barang itu sebulan dua kali. Hasil mencari nafkah keduanya menjadikan rumah yang cukup besar dan mewah. Besar bagi keluarga yang kecil.

Meng ditempatkan di belakang rumah. Ia boleh masuk sesekali saja, setiap Sasha pulang sekolah, dan mesti dikembalikan ke belakang di malam hari. Setiap Sasha pulang, ia turun dari mobil mendahului ibunya. Langsung ia melempar tas ke sofa sambil berlari kecil. Memanggil Meng tiada henti. Bu Gunawan sering memarahi, karena harusnya Sasha makan dulu. Tapi Sasha tak pernah mendengarkan, yang ia mau cuma bertemu Meng. Sasha sangat menyayangi Meng. Biasanya setelah memberi Meng semangkuk susu dan sereal kucing, ia baru makan. Makannya pun tak mau di meja makan. Tapi duduk di lantai sambil memandangi Meng.

Suatu hari, di pagi hari, hanya ada Bu Gunawan di rumah, seperti biasa. Sasha dan Boy pergi ke sekolah, Pak Gunawan pergi ke pabrik. Meng di belakang rumah juga sendirian, seperti biasa. Tak ada yang aneh hari itu. Hanya saja, semalam, Pak Gunawan menyimpan karung di belakang rumah. Karung bekas ia menyimpan potongan bahan baju yang tidak terpakai dari pabrik. Untuk apa, Pih? Tanya Bu Gunawan. Pikir-pikir lumayan, Mih, buat nyimpen barang apa aja, atau bisa juga untuk tempat sampah kan. Lagian yang semacam itu, Papih banyak banget di kantor, lebih baik Papih bawa pulang aja. Oh, Bu Gunawan mengangguk tanda mengerti. Mungkin saja terpakai, tidak ada salahnya. Dan tidak merusak pemandangan juga, karena mereka jarang ke belakang rumah.

Di hari itu, di karung yang tersimpan di pojok ruang belakang rumah, ada potongan kain yang tersembul. Harusnya karung itu kosong, tapi mungkin Pak Gunawan merasa tak apa jika ada selembar dua lembar bekas kain yang masih tersisa. Sembulan itu menarik bagi Meng. Wajar saja, bagi seekor kucing yang sejak enam bulan berdiam di situ setiap pagi, ada objek baru tentunya menyenangkan. Ia menghampiri potongan kain, dan menyentil-nyentil dengan ujung kukunya. Meng seolah ingin berkenalan, ingin tahu siapa ia tiba-tiba datang di paginya yang membosankan. Potongan kain itu seolah menjawab perkenalan Meng, ia ikut terbawa kemana kuku Meng menggoyangkan dirinya. Meng senang. Ia merasa punya teman baru. Meng sekarang semakin kuat menggunakan kukunya. Ia menarik si kain ke wajahnya, dan dalam kesenangan, Meng berguling. Berguling bersama si kain. Meng tak peduli ia berguling kemana, yang penting ia senang pagi ini. Namun ternyata gelap sekarang mendominasi pandangan Meng. Tak masalah sebenarnya, karena kucing bisa melihat dalam gelap. Tapi yang ini hangat dan enak. Permukaannya sedikit kasar, tapi justru bikin dia nyaman. Oh, Meng berada dalam karung. Ia tak lama-lama bermain bersama kain, permukaan kasar karung bikin dia ngantuk. Tak seberapa lama, Meng pun terlelap.

Sasha pulang, berlari. Memanggil Meng seperti biasa. Dibukanya pintu belakang rumah, Meng tidak ada. Sasha kembali memanggil, suaranya sedikit lirih. Dipanggilnya dua kali lagi, Meng akhirnya menyahut. Sasha senang dan mencari sumber suara. Tetap dipanggilnya Meng sampai ia tiba di karung milik papihnya. Sasha tergelitik melihat Meng meregangkan badannya di dalam gelapnya karung. Ia pun menggendong Meng keluar dan membawanya ke dalam rumah. Sejak itu, karung punya kegunaan. Di dalamnya, setiap hari, Meng tidur dan bermain. Sasha senang, Pak Gunawan juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar