Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

KTP

Aduh, aduh, aduh…!!! Aku hampir saja jatuh.
Setelah beberapa jam terbawa angin, terkena debu dan polusi knalpot, akhirnya nasibku berada ditangan seorang anak sekolah berkuncir dua.

Anak manis, akan dibawa kemana diriku ini? Aku bertanya pada anak ini. Tapi tentu saja dia tidak bisa mendengarkan pertanyanku. Untuknya aku ini hanya selembar KTP yang ditemukannya dipinggir jalan.
Mau kemana ya? Aku bertanya pada diri sendiri.
Ya Tuhan, kenapa juga pemilikku membuangku?
Oh, bukan! Bukan pemilikku yang membuangku. Aku mencoba mengingat-ingat kembali kejadian sebelum aku berakhir disituasi yang serba tidak jelas ini.

Seingatku, yang terakhir kali membuka dompet tempatku tinggal selama 4 tahun belakangan ini adalah seorang wanita. Wanita yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Dia membuka dompet pemilikku dengan tergesa-gesa. Mengambil uang-uang yang singgah namun selalu tinggal ditempat utama.
Wanita itu tersenyum lebar melihat uang yang jumlahnya banyak.

Tadi pagi, saat aku masih berada didalam dompet, ATM bercerita kepadaku kalau tadi malam dia ditelan lagi oleh sebuah mesin. Setiap kali ATM masuk ke mesin itu, maka uang didompet pemilikku pun akan bertambah. Memang hebat si ATM itu.
Namun ATM pernah bercerita padaku, saat tubuh gepengnya masuk ke mesin itu, rasanya seperti disetrum oleh listrik sekaligus ditarik kesegala arah katanya. Sering kali ATM pusing-pusing dan mual setelahnya. Meski hebat, aku tidak akan pernah mau menggantikan tugasnya kalau ceritanya seperti itu. Biarkan saja itu menjadi tugasnya si ATM.

Menurut ATM, peranku juga tidak kalah penting. Sebagai identitas. Apa itu aku tidak mengerti. Yang pasti, pertama kali membuka mata, ditubuhku sudah tercetak nama pemilikku, alamat rumahnya dan nomor-nomor yang tidak kumengerti. Sebenarnya ada penjelasannya untuk nomor tersebut saat mereka dicetak, tapi aku malas mendengarkan segala penjelasan itu. Jadi akupun tidak begitu mengerti soal nomor-nomor ini.

Menurut ATM, posisiku akan digantikan oleh kloninganku setelah 4 tahun. Kloningan ini sama dengan aku yang sekarang, tapi lebih baru saja. Akupun kloningan KTP terdahulu. Perbedaan kami adalah pada masa berlakunya saja.
Aku melirik tanggal berlaku yang tertera ditubuhku, 1 Januari 2010. Wah, tanggal ini sudah lewat beberapa hari, tapi kok aku belum juga bertemu dengan kloninganku ya? Bahkan sebelum peristiwa aneh ini. Apa pemilikku lupa kalau dia harus memperpanjang kartu identitasnya ya?
Kasihan sekali pemilikku. Dia harus kehilangan aku sebelum sempat membuat kloninganku. Malang sekali. Dia bahkan harus kehilangan dompet dan semua isinya.

Tiba-tiba aku berhadapan dengan seorang pria berkumis tebal dengan topi lucu berwarna coklat. Dia membaca semua tulisan ditubuhku.
“Nanti bapak kembalikan kepemiliknya ya, dek. Terimakasih”, kata bapak itu pada gadis kecil.
Gadis kecil itu tersenyum dan menyerahkan aku begitu saja pada bapak berkumis tebal ini.
Hey, kamu mau kemana? Aku mau ikut kamu saja! Teriakku. Tapi percuma, dia tidak mendengar teriakanku. Aku hanya bisa melihatnya berjalan menjauh. Semakin lama semakin tidak terlihat. Aku menangis, sedih karena harus berpisah dengan tangannya yang hangat dan tidak tahu apakah aku akan bertemu lagi dengannya.

Saat meratap sedih, tiba-tiba aku dihempaskan begitu saja oleh bapak tadi.
Pritttt… Prittt… Prittt…!!! Dia meniup peluitnya keras-keras.
Kemudian yang terdengar selanjutnya hanya suara benturan keras yang berasal dari arah jalan raya. Mungkin ada tabrakan. Entahlah, aku tidak bisa melihatnya.
Untuk beberapa waktu aku kembali teronggok ditanah seperti saat wanita itu membuang aku dan teman-teman kartu namaku beberapa saat lalu.

Aku kembali dilupakan. Lalu terinjak. Terbawa langkah kaki seseorang. Entah kemana.
Aku pasrah. Mungkin aku bisa bertemu kembali dengan pemilikku. Tapi…entahlah.

Tangan kasar memungutku. Ini sudah tangan yang keberapa yang memungutku, aku sudah berhenti menghitung sejak gadis berkuncir dua tadi. Aku sudah tidak perduli lagi siapa orang itu dan seperti yang lainnya, dia membaca tulisan ditubuhku. Lalu membawaku entah kemana. Hingga pada akhirnya, dia menyelipakan aku ditempat yang tidak semestinya. Jok motor.

Dasar tidak punya perasaan !!! aku menggerutu. Tubuhku sakit terselip diantara kulit jok yang kasar dan besi. Saat motor itu melaju kencang, aku takut terjatuh dan melayang terbawa angin. Aku berpegang erat-erat dan berharap semoga motor ini cepat berhenti.

Seakan didengar olah Tuhan, motor pun berhenti. Tapi tidak ada yang menyadari keberadaanku disitu.
Tuhan, sampai kapan aku harus berada disini. Lebih baik berakhir di tempat pembuangan sampah daripada disini. Kalau ditempat sampah kan sudah pasti aku menjadi sampah, tidak berguna lagi bagi pemilikiku. Tapi kalau disini, terbengkalai seakan-akan eksistensiku didunia sudah tidak ada lagi padahal dari tempatku diam, aku bisa melihat manusia berlalu-lalang. Acuh. Aku tidak suka dengan ketidak-acuhan.

Dari kejauhan mendekat seorang wanita muda. Dari caranya berpakaian sepertinya hendak berangkat kerja. Dari matanya, sepertinya dia melihat kearahku. Aku berdoa semoga dia bukan orang yang tidak perduli.
Benar saja, dia melihatku. Dia menarikku dari himpitan jok motor. Tangannya yang putih terasa hangat ditubuhku.
Tolong aku, pintaku. Bila memang aku sudah tidak diperlukan lagi, buang aku ketempat sampah, atau bakar aku tapi jangan melupakanku begitu saja. Aku lelah diacuhkan.
Wanita itu lantas memasukkan aku kedalam tasnya. Entah apa yang berada dalam pikirannya. Namun aku merasa nyaman berada dalam tasnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar