Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

Kisah SMA

Tatapan sendu bercahaya kasih sayang menyapu wajahku malam itu. Berkaca-kaca lalu matanya, sambil tersenyum bahagia. Diraihnya tanganku, digenggamnya penuh makna kemudian dirangkulku ke dalam pelukannya, pelukan peluruh gundah dan penghangat jiwa. Kurasakan sayapmu, sayap lebarmu merengkuhku ke damaimu.

Di tahunku yang ke lima belas, ada cerita baru, sekolah baru, teman-teman baru, rutinitas baru, pelajaran baru, pemandangan perjalanan pagi yang baru, serta hadiah-hadiah baru. Kumulai tiga tahun kuningku di sekolah itu, Sekolah Menengah Atas di selatan Jakarta, pilihanku. Tak menyiapkan apapun sama sekali untuk apapun yang akan terjadi kala itu.

Di tahunku yang ke lima belas, datang itu mereka, sahabat-sahabat baru. Sahabat-sahabat, kataku. Jamak. Bercerita kami terbalut kepolosan, keriangan, rasa penasaran, petualangan, tantangan, emosi, cinta pertama, ciuman pertawa, malam pertama, drama, tangis dan kesetiaan. Adalah Muna dan Putri, dua orang sahabat hadiah terindah dari SMA, yang wajib ada untuk menceritakan masa SMAku pada kalian. Kumpulkanlah kami bertiga dan kalian akan mendengar kisah percintaan Putri di tengah para penggemarnya, kisah cinta satu arah Muna dengan salah seorang senior, juga kisah ciuman pertamaku yang tragis. Akan kalian dapati bahwa dengan rok ketat, kami pandai sekali melompati pagar sekolah yang tinggi seperti pagar penjara, juga senang sekali kami bolos sekolah hanya untuk jalan-jalan ke Dufan, Puncak, dan Taman Surapati. Taman di mana Muna menemukan es duren favoritnya sepanjang masa.

Atau kalian mau kami bawa ke tempat-tempat bersejarah? Rumah Opay, sahabat kami, tempat kami berkumpul setiap pagi sebelum ke sekolah. Atau rumah Kiki dan Pungki, anjingnya, yang memiliki kamar berdinding keramik kamar mandi tempat kami bermalas-malasan sepulang sekolah. Ah, wartel! Ada satu wartel yang entah masih ada atau tidak sampai sekarang, berhalaman kecil yang menjadi saksi aku dan Muna belajar mengeluarkan asap rokok dari hidung. Tak lupa ada rumah Mia, yang bersaung di belakangnya. Saung tempat kami makan mie, main kartu dan tidur siang. Bukan main kartu seperti yang selalu kalian lihat. Tapi kami main oper kartu dengan menyedotnya di mulut. Sini kujelaskan sedikit, jadi kami menyedot satu kartu remi di mulut agar tidak jatuh, kemudian di oper ke teman di sebelah yang akan menyedot sisi kartu yang lain untuk kemudian diteruskan ke teman-teman yang sudah duduk membentuk lingkaran. Aku dan Putri pernah gagal mengoper dengan baik. Jatuh kartu kami hingga tak ada pembatas antara bibir kami dengan bibir teman-teman pria di sebelah. Ya, duduknya harus selang-seling, anak laki-laki dan perempuan. Ada lagi tempat kami sering berpesta, kecil-kecilan maupun pesta betulan. Rumah Putri, di Slipi. Tak jarang kami main ke sana, berkumpul, menikmati masakan Mak Ju yang tiada duanya, sambil nyanyi-nyanyi dan tak jarang membuat kerusuhan. Kerusuhan yang kini dirindukan oleh Mama Putri.

Begitu, teman. Jadi sabarlah sedikit. Akan kuajak Muna dan Putri bercerita, tentang masa SMA kami, untuk kalian semua, hanya kalian. Dan semoga kemudian kalian bisa merasakan dan tahu bahwa kami bahagia, benar-benar bahagia. Hingga kini.

Tersadarku akan harumu mendengar berita besarku. Iya, kau ada, kalian ada, selalu ada, mengisi hari-hariku dari SMA. Iya sayang, aku mau menikah, seperti kalian berdua.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar