Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

Kisah SMA

Dari semua pelajaran sosial, ada satu pelajaran yang benar-benar tak kusuka; Tata Negara. Topiknya membosankan dan pengajarnya tidak berusaha menarik minat kami untuk menyukai mata pelajaran itu. Ketika sedang menerangkan di depan kelas, ia berbicara tidak menatap wajah kami sehingga mengesankan ia berbicara dari dan untuk dirinya sendiri. Suatu hari pelajaran tersebut berada pada dua jam terakhir, sekitar setengah jam kami menanti kehadiran pak guru namun ia tak kunjung datang. Maka entah siapa yang waktu itu memutuskan, beberapa di antara kami memutuskan untuk meninggalkan kelas dan langsung pulang.

Itu pertama kalinya bagiku. Cabut kalau memakai istilah jaman dulu. Hati terasa tak tenang namun aku memang tak senang dengan pelajaran itu jadilah aku membangkang dan memutuskan untuk pulang. Naasnya, tak semua anak yang pulang, ada beberapa yang tetap tinggal. Ternyata pak guru masuk tak lama setelah kami keluar kelas. Sial. Mendongkol ku dalam hati ketika ku mendengar berita itu esok harinya. Merasa harga dirinya terusik, pak guru menghukum kami yang tidak mengikuti pelajarannya kemarin. Padahal biasanya ia tak ambil pusing ketika kami berisik di pelajarannya.

Ia memanggil namaku sebagai terdakwa pertama yang harus menjalani hukuman. Aku, karena awalan namaku dimulai dari abjad A. Ia mempermalukanku di depan kelas. Benar-benar malu sampai merah wajahku. Saat itu aku merasa ia tidak tengah mendidik muridnya melainkan melampiaskan egonya. Tak perlulah ku jelaskan hukuman jenis apa yang ia terapkan padaku di depan kelas. Ku ingat sekilas seringai di wajahnya ketika aku menjalani hukuman yang dipilihkannya untukku. Setelah selesai melaluinya dengan hati tak ikhlas, aku langsung segera kembali ke bangkuku. Aku benar-benar merasa telah dilecehkan. Teman sebangkuku yang juga menjalani hukuman serupa, menepuk-nepuk pelan punggungku memberikan dukungan. Terseduku karenanya.

Memori selektifku tidak bekerja dengan baik untuk yang satu ini. Meski waktu telah lama berlalu, aku masih ingat insiden itu. Hukuman karena pak guru yang seharusnya bisa ku gugu dan ku tiru, terlambat datang ke kelas


Tidak ada komentar:

Posting Komentar