Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

Kesempatan

Jika suatu hari kau berpapasan denganku di jalan, kau mungkin tidak akan memperhatikan keberadaanku. Ataupun jika secara tidak sengaja matamu bertatapan dengan mataku, besar kemungkinan kau akan langsung memalingkan wajahmu lalu berpura-pura tidak pernah melihatku dan setelah itu rasa bersalah akan menghinggapimu karena telah melakukan hal itu.

Akan kuceritakan padamu sebuah kisah rahasia. Tentangku di masa lalu. Percaya kau akan kelahiran kembali? Aku juga tidak percaya andai aku tak mengalaminya sendiri. Eksistensiku yang pertama kali adalah dalam wujud tumbuhan. Lumut, kau tahu lumut? Tanaman kecil yang menempel di pohon-pohon besar di dalam hutan. Ya, aku pernah menjadi lumut. Entah untuk waktu berapa lama aku menjalani hidup dalam wujud tersebut. Masa itu berakhir ketika pohon tempat aku menumpang hidup ditebang oleh penebang liar untuk kemudian diselundupkan ke negeri tetangga.

Kesempatan kedua yang dihadiahkan padaku, aku mengalami kenaikan peringkat. Wujudku kala itu dalam bentuk burung, sejenis binatang yang dapat terbang. Mungkin karena ketakberdayaanku di kehidupan sebelumnya dalam menyelamatkan hidup dengan upaya sendiri, maka aku terberkahi dengan dua buah sayap yang dapat membawaku kemana aku ingin pergi. Hutan, tempat yang sebelumnya kutinggali terlihat jauh lebih indah dilihat dari atas sana. Aku suka menjelajahinya dengan mengepakan kedua sayap kecilku hingga suatu hari tanpa sengaja aku memasuki kawasan pembantaian. Sebuah daerah dimana para pemburu diberikan keleluasaan untuk menghabisi binatang yang mereka inginkan sebagai bukti atas supremasi mereka. Semakin besar ukuran binatang buruan yang ditaklukan, semakin tinggi gengsi yang mereka dapatkan. Nasib naas menghampiriku hari itu, meski ukuranku tidak besar namun karena berada di udara alias tidak menapaki tanah maka aku juga menjadi incaran mereka. Tertembak aku satu kali di bagian dada dan terhempasku ke tanah merah. Merah karena darahku.

Kali ketiga yakni sekarang, aku berkesempatan mencicipi rasanya jadi manusia. Seharusnya ingatanku di masa lalu tak melekat di kehidupanku selanjutnya namun entah bagaimana aku masih mengingatnya dengan jelas, sejelas beban yang kurasakan dipunggungku saat aku membawa karung kumal ini. Karung yang berisi benda yang kupungut di sepanjang jalan. Kau tahu, tidak sulit untuk menemukan botol plastik bekas air mineral, yang perlu dilakukan hanya sedikit penyusuran mata, itupun tanpa membutuhkan kejelian. Tidak perlu repot sampai mengorek-ngorek ke dalam tempat sampah karena mereka tergeletak begitu saja di jalanan. Jika sudah banyak terkumpul, aku akan membawa temuanku tersebut ke penadah plastik dan mereka akan menimbangnya dan memberiku sejumlah uang sebagai ganti penukaran. Hidup yang mudah bukan? Uang bisa kau temukan di jalanan. Hanya perlu jalan lebih jauh dibanding yang lainnya dengan membawa sedikit beban di pundak.

Maka seandainya lain waktu kau melihatku lagi, janganlah kau mengasihani aku karena merasa beban yang ku bawa begitu berat, baju yang ku pakai begitu lusuh, sepatu yang kupakai sudah usang dan tak lagi layak pakai juga kulitku yang legam terbakar matahari. Jangan kau palingkan wajahmu ketika kau menjumpaiku hanya karena rasa bersalah sejak hidupmu lebih nyaman ketimbang milikku. Tersenyumlah padaku dan aku kan membalas senyummu atas hidup yang indah. Mensyukuri sebuah kesempatan dari sekian kesempatan yang mungkin masih tersisa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar