Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

Kekasih Gelap

Kepada Yth.

Linda Mariyuana

Dear Linda,

Aku sudah mengetahui siapa dirimu. Kutemukan namamu di inbox HP suamiku. Lalu kudapatkan pula kemana aku harus mengirim surat ini. Kau tahu, suamiku tak terlalu pintar. Ia selalu meninggalkan HP-nya dikala mandi, dan kau mengirimkan SMS di saat yang tepat.

Aku tahu hubungan kalian sudah sejak lama. Bukan, bukan dari SMS ataupun sesuatu yang saya pergoki secara nyata. Tapi aku tahu dari perasaanku, hatiku. Kita sama-sama perempuan Linda, dan kita bisa sama-sama mempercayai hati kita jika terjadi hal yang tidak beres dengan orang yang dicintai. Kau tentunya punya orang yang dicintai bukan?

Demikian Linda. Dan kau tahu, suamiku tetap manis, suamiku tetap baik, dan dia tetap memperlakukan aku sebagai istri sebagaimana biasanya. Tapi ada yang sukar dijelaskan, dan cuma hatiku yang tahu, bahwa hatinya telah terbagi. Yang paling mudah, adalah melihat matanya. Kau tahu, sejak empat bulan lalu, suamiku tak pernah bisa menatap kembali mataku lebih dari lima detik.

Kau pasti sedang menerka-nerka apa yang kuminta dari surat ini. Tapi apapun tebakanmu, aku yakin kau salah. Yang kuinginkan, adalah suamiku bahagia. Dan kau Linda, sebagai wanita, akan tahu apa yang sesungguhnya membuatnya bahagia. Jika dia bahagia bersamamu, tanpa mesti mengingat-ingat istri dan anaknya, maka ajaklah ia pergi, meninggalkan rumah yang sudah ia bangun dengan peluh keringat dan air mata. Biarkan ia tenggelam menemukan kebahagiannya bersamamu. Tidakkah kita semua, hidup ini, punya tujuan mencari kebahagiaan semata? Tapi jika sepanjang bersamamu, dia terlihat gelisah dan tidak bahagia, maka kau bicarakan dengannya, dengan baik-baik adanya. Bahwa apa yang ia lakukan tidak tepat, maka itu ia mesti pulang, pada istri dan anak yang selalu memperjuangkan kebahagiannya pula.

Aku akan ceritakan sedikit saja tentang suamiku, yang aku yakini kau belum tahu tentangnya. Dia orang yang semua wanita di dunia pasti tergila-gila dengannya. Aku tak berbicara soal fisik. Tapi dia tahu bagaimana menyelami perasaan terdalam seorang wanita. Ia tahu, wanita diciptakan untuk melengkapinya. Maka itu, dia tahu kapan harus diam dan kapan mesti mengungkapkan pikiran. Dia tahu kapan mesti bersikap romantis, agar hati wanita terbuai dalam pesona kasih sayang yang damai. Dan dia tahu kapan mesti berbagi syahwatnya, dalam aktivitas seksual yang membuat wanita manapun tak peduli apa-apa kecuali sesuatu di balik celana dalamnya. Maka itu sesungguhnya aku tak terkejut, ketika kau, Linda, mau menjatuhkan dirimu dalam pelukannya.

Yang aku kaget, tentu saja, kenyataan bahwa dia mau menangkapmu dalam pelukannya. Bukan karena kau tidak cantik, karena kuyakin kau sangat menarik. Tapi karena, sungguh, kutahu dia memegang janji sucinya yang terucap di kala pernikahan. Menjadikan itu satu-satunya yang ia genggam kala badai prahara melanda rumah tangga kita yang sudah dibina lima belas tahun lamanya (adakah ia mengatakan itu padamu, Linda?). Ia memegang itu bukan karena ia tak punya pegangan lainnya, atau terpaksa memegangnya karena itu dianggap “suci”. Tapi sungguh, ia memuja sumpahnya sendiri, sebagaimana halnya wanita pendampingnya yang juga ia anggap suci. Ia menjalankan rumah tangga ini sebagai seorang suami yang tak hanya bertanggungjawab pada segala-gala tali silaturahmi yang telah ia ciptakan akibat pernikahan, tapi ia juga bertanggungjawab pada Tuhannya. Tuhan yang kemudian akan bertanya kelak, dengan cara apa suamiku membahagiakan orang lain di dunia?

Maka itu, Linda, kuceritakan keanehanku, sekaligus kekagumanku padamu. Jika seorang suami yang telah lima belas tahun berjalan di jalur yang lurus, kemudian menemukan persimpangan dimana ia mesti mengubah arah jalannya, tidakkah sangat mungkin, ia selama ini tersesat, dan kaulah jalan lurus itu? Tidak ada yang tahu, kecuali perasaan kita, Linda. Perasaan perempuan.

Istri yang selalu ingin suaminya bahagia,

Yoanna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar