Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Kamis, 21 Juli 2011

Indonesia Oh Indonesia

Mengagumi wanitamu yang laris manis bagai kacang goreng di pasar internasional, perlulah kiranya melindungi mereka, pikirmu. Melapisi dengan keamanan finansial jikalau terjadi perceraian ataupun kekerasan yang sudah lumrah terjadi di tempatmu. Lima ratus juta, hanya lima ratus juta yang diperlukan untuk mengambil alih wanitamu, Indonesiaku. Nilai yang seharusnya cukup untuk menghapus luka batin dan luka tubuh mereka. Bukan begitu?

Lupakah kau, bahwa pria-pria di tempatmu lah yang sedang ramai mengasah hobi mereka dalam menunjukkan kejantanan. Masihkah tersimpan dalam ingatanmu kejadian dua minggu lalu tentang seorang anak yang dipasung ayahnya, atau istri yang mati terbunuh oleh suaminya, juga dua wanita yang sibuk meminta pertanggungjawaban pria yang menghamili mereka, oh ya, satu lagi, kisah para ibu yang tak kuasa mengambil anak-anak mereka dari suaminya pasca perceraian walau pengadilan telah memberi hak asuh pada mereka? Lupakah kau?

Sebegitu ringkih kah nasib para wanitamu yang menikah dengan pria asing sehingga kau merasa lebih perlu melindungi mereka dengan undang-undangmu dibandingkan dengan mereka yang menikah dengan pria-pria jantanmu? Indonesia oh Indonesia.

Menjunjung tinggi presidenmu yang gagah dan santun luar biasa, cermin kepribadian bangsa. Hingga tak perlu lagi membuka dua mata atas segala gerak geriknya, percaya saja. Indonesia, masih ingat kah pemandangan cucuran darah dari para korban pemboman di hotel Marriott yang kedua kalinya itu? Keluarkan jarimu, tunjukkan padaku, berapa banyak manusia yang menghembuskan nafas terakhirnya di tanahmu! Saat manusia di negerimu juga di belahan dunia lain berbelasungkawa atas tragedi yang itu-itu lagi, presidenmu sibuk meminta simpati, simpati dari negeri. Wahai negeri, tataplah diriku, jangan yang lain. Kalian tahu betapa tak amannya kehidupanku saat ini? Ada se pasukan oknum yang sibuk berlatih dan siap menjadikan saya sebagai target mereka. Misi mereka hanya satu, RI 1 harus mati. Ini bukan gosip, ini fakta.

Indonesia oh Indonesia, bisikkan lah pada presidenmu itu. Jangan bikin malu, berperikemanusiaan lah sedikit. Bukan itu yang kami perlu dari mulutmu. Ya, kau, Indonesia. Ingatkan lah dia. Karena sesungguhnya dia bertugas berbakti untukmu, begitu juga dirimu.

Sibuk memandangi gedung beratap keong di ibukota, hingga kau sibuk mengeringkan lumpur di sana. Apa yang kau amati, Indonesia? Para dewan yang terhormat? Oh, itu, yang bersafari dan berdasi, atau yang berbatik yang nyaris dicuri? Ada apa dengan mereka? Sibuk bekerja?

Indonesia oh Indonesia, setel televisimu, ganti salurannya, jangan sinetron atau acara cari jodoh saja! Kau lihat itu berita di layar kaca. Para dedasi kisruh, berebut bicara yang tak diindahkan pemegang kuasa. Berebut bicara yang entah apa dan untuk kepentingan siapa. Membingungkan. Mungkin itu yang membuat si pemegang kuasa memilih untuk mengetuk palu, selesai. Indonesia oh Indonesia, sungguh berdemokrasinya dirimu.

Mengaku sebagai negara berkembang hingga mewajarkan kemiskinan dan kesejahteraan yang tak merata. Ekonomi, kuncinya. Negara yang maju adalah negara yang dikelola oleh mereka, para ahli ekonomi. Hingga perlulah kau rasa menempatkan mereka di berbagai arena. Pendidikan, kesejahteraan sosial, pariwisata, kesehatan, hingga wakil presidenmu pun haruslah seorang ekonom.

Berhemat, kita harus berhemat, ujarmu. Berhenti meminjam uang dari luar negeri, mematikan listrik bergilir, menyubsidi kompor dan gas hingga membatasi pembelian bahan bakar. Pintar.

Seperti ember yang terus diisi tapi tak kunjung penuh karena ada lubang di dalamnya, bukan? Jangan menunduk begitu, Indonesiaku. Kau sibuk berhemat, tapi tak kuasa mencegah penjarahan. Bisakah disebut sebagai kejahatan keuangan terbesar di negerimu? Jangan pura-pura tidak tahu. Itu, yang masih ramai diusut hingga jadi kusut. Kasus Bank Century mu, Indonesia.

Sulit merasa kecurian kalau caranya santun begini, bukan? Dan apalah artinya enam koma tujuh trilyun jika semuanya tetap mengalir ke negerimu. Iya, negerimu. Walau tak merata, tapi kan tak kemana-mana larinya. Jadi, apakah kau merasa kecurian, Indonesia? Indonesia oh Indonesia.

Meyakini bahwa semua orang bisa berbakti pada negeri, kau izinkan semua warga turut serta. Bangun negeri, berpartisipasi sana sini, tanpa pilih-pilih. Dari Ayu Azhari, Maia Estianty, Rachel Maryam, Dede Yusuf, semua boleh ikut!

Dari, oleh dan untuk rakyat, teguhmu. Masihkah membuka lowongan, Indonesia? Saranku, ajak juga Pasha Ungu, Luna Maya, Charly ST12, Aura Kasih, Krisdayanti, Ahmad Dani, jangan lupa Raffi Ahmad! Hidup Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar