Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Selasa, 26 Oktober 2010

Tuhan dan Setan

Mari kemari, teman-temanku sekalian. Ramadhan telah usai. Ia siap tidur nyenyak, dininabobokan oleh bunyi takbir bersahut-sahutan. Maka itu datanglah lebaran. Dan inilah awal mula ketika Tuhan berbicara pada setan dibalik kerangkeng, “Hari ini kulepaskan belenggumu, kubuka kunci penjaramu. Silakan lepas kembali ke dunia. Goda kembali anak cucu Adam, yang mana dengan demikian ketahuan mana yang Ramadhan cuma gaya-gayaan dan mana yang sungguh-sungguh beriman.” Demikian Tuhan berkata dengan suaranya yang menggelegar sambil tanggannya meraih pintu penjara. Sebelum setan lepas pergi, ia pun berbicara dengan lidah apinya yang merah, “Sesungguhnya, wahai Tuhanku. Menggoda manusia selepas Ramadhan adalah semudah-mudahnya godaan. Semasa Ramadhan, kendati di balik jeruji, telah kami intai siapa-siapa yang sekiranya akan terjerumus dengan mudah kala Syawal menjelang.”

Tuhan meski Maha Tahu, ia penasaran dengan alasan setan, “Mengapa gerangan demikian? Karena sesungguhnya telah kuciptakan Ramadhan agar manusia menjadi bertaqwa, lepas dari ajakanmu untuk bergabung di neraka.” Setan menjawab, matanya melotot dan warnanya juga merah, “Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan suci, dan tentang itu tak sedikitpun kuingkari. Tapi demikian manusia adalah makhlukmu yang punya kelemahan dalam soal kesombongan. Mereka tak cuma menaikkan dagunya kala punya harta, jabatan, dan ilmu pengetahuan. Tapi juga kala mereka bersimbah pahala. Coba tengok betapa kemurahan-Mu telah membanjiri mereka dengan kemuliaan Ramadhan. Dan ketika itulah kesombongan melanda. Janji suci-Mu tentang fitrah manusia adalah sasaran empuk bagi para setan yang jahil. Ketika manusia telah merasa kembali pada saat ketika ia lahir sebagai bayi tanpa dosa, maka itulah saat setan menitikkan tinta pertamanya di atas kertas putih hati manusia.”

“Ah, setan, bahasamu terlalu berbelit-belit. Berikan aku poinnya saja,” Tuhan menyela dan sedikit geram, membuat kawasan Alaska mengalami gempa kecil. “Aku akan menghardik mereka tanpa usaha yang besar. Cukup membawa ketupat, cukup membawa opor,” jawab setan.

“Haha itu saja?”

“Tidak. Aku akan membuat warna-warni dunia semakin tajam dan nyata. Sehingga mata manusia menjadi mudah tertarik akan etalase dan reklame iklan. Mereka akan mengalami jual beli dimana aku berada di tengah neraca timbangan. Lalu kubuat juga ajang silaturahmi yang mulia menjadi tempat dimana manusia dengan kesombongannya mengadu pandang satu sama lain. Dan dalam adu pandang itu, sesungguhnya ketaqwaan yang kau gemborkan tak jadi penilaian manusia karena semua menjadi tergantung harta dan tahta. Lalu aku tiupkan juga sedikit nafsu di daerah sekitar hati, agar yang ada hanyalah dendam. Dendam yang harus dituntaskan karena selama ini lebaran telah membelenggu sisi buruk manusia. Mereka yang tadinya menahan yang halal, sekarang menggapainya dengan kaki maupun tangan seperti monyet makan kacang. Sehingga dengan itu, yang halal menjadi berlebihan, dan menjadi haram.”

“Aku mengerti setan, sekarang pergilah, goda manusia dengan rencanamu. Sesungguhnya kau juga ciptaanku yang mulia. Dan hanya lewatmu, aku tahu mana ciptaanku yang betul-betul mulia.”

Setan pun pergi sambil berjingkrak. Tuhan hanya tersenyum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar