Tak ingin otak beku, maka kami jadikan pena sebagai microwave. Kami, sekumpulan manusia pencinta cerita.
Mau bercerita bersama? Mudah saja. Tinggalkan alamat email-mu, kami punya tema baru tiap minggu.
Mari menulis!

Rabu, 20 Juli 2011

Selamat Ulang Tahun

Sabtu, 10 Oktober 2009


Selamat ulang tahun, Sayang.

Aku bangun pukul enam. Bangun karena seserpih cahaya mentari yang menyelinap lewat celah-celah korden kamarku. Yang kemudian, mesti mataku terpejam, tapi ia masih bisa menerangi gelapnya bawah sadarku. Hari itu hari Sabtu. Aku bangun dengan mata terpicing. Kepala berat seperti baru saja ada yang duduk di atasnya. Pacarku ulang tahun. Pacarku yang semalam kami bertengkar. Bertengkar di malam ulang tahunnya yang semestinya indah. Bertengkar karena suatu hal yang mana aku tak paham kenapa, sebelum kicau burung kala itu memberitahu: Kau cuma kelelahan, Syarif. Kuraba bawah bantalku, mencari telepon genggam yang semestinya ada. Dan memang ada. Kutekan pelan tombol manapun agar menyala. Ada dua SMS masuk. Oh, tidak ada satupun dari kekasihku itu.


Hari itu hari Sabtu. Biasanya aku mengajar gitar jam satu siang. Tapi hari itu lain. Aku akan bergegas ke Jakarta, merayakan ulang tahunnya. Ia. Pacarku yang semalam kami bertengkar. Rasanya aneh ketika kau tahu mestinya ke sebuah tempat dalam rangka bersenang-senang, tapi hatimu tak sedang baik untuk pergi. Seperti kadung memegang tiket nonton film favoritmu, tapi sadar hujan sedang deras-derasnya. Petir gelegar sana-sini. Membuatmu ragu apakah pergi atau jangan. Pacarku mungkin marah, mungkin juga tidak. Mungkin akan menerimaku datang, mungkin juga tidak. Tapi kuputuskan saja pergi menemuinya. Karena tiket nonton ini, terlalu mahal. Dan pertunjukan nanti, sayang untuk dilewatkan. Hujan badai paling-paling berdampak basah. Paling-paling berdampak sakit. Aku pergi menemui pacarku yang berulang tahun. Yang semalam kami bertengkar. Yang hingga tiba saat aku berangkat dengan travel pun, masih tiada kabar. Aku melempar daduku: Tidakkah perjudian mustahil hilang, selama semesta ini selalu menyisakan ketidakpastian? Tidakkah jika kau tahu semua skor sepakbola, maka tak nikmat lagi menantikannya sambil bergadang semalaman?

Selamat ulang tahun, Sayang.

“Dik, bunga untuk siapa itu? Sedang jatuh cinta ya?” Kata seorang Ibu, ia duduk di sampingku. Kami di dalam travel, bersama sepuluh orang lainnya. Pertanyaannya mengejutkanku. Bukan karena isi pertanyaannya, tapi karena daritadi aku melamun. Sambil memandangi pemandangan tol yang monoton. Yang isinya cuma salipan mobil-mobil yang tak sabaran dan gunung-gunung yang seolah berdiri di atas beton jalanan. Lalu adapun angka-angka kilometer yang aku tak lagi peduli ia menunjukkan berapa. “Bukan siapa-siapa, Bu. Untuk vas bunga aja,” Aku jawab sekenanya sambil tersenyum sekenanya juga. Yang sebenarnya aku mau bilang, “Ibu mau tahu saja, lagi ga enak hati, nih!” Iya, di pangkuanku ada mawar. Lima tangkai dirangkai satu. Empat merah satu putih. Setiap aku memandangi mereka, mereka seolah tersenyum padaku. Senyumannya teduh dan damai, sambil berucap, “Semua akan baik-baik saja, Syarif. Ia akan menyambutmu sesuai janjinya.”

Selamat ulang tahun, Sayang.

Aku turun di depan plang jalan Kebun Nanas V. Hatiku sudah setengah lega sekarang. Ibarat ujian tengah semester yang kau takutkan, ternyata banyak soal yang sesuai kunci jawaban. Ia tadi memberi kabar. Menyuruhku berteduh kala hujan. Menyuruhku menanti Metro Mini yang lama tak kunjung datang. Menyelipkan panggilan sayang di SMS-nya. Oh, terima kasih bunga, terima kasih kicau burung, terima kasih matahari. Semesta ternyata sudah tahu lebih dulu. Soal apa yang menantimu. Ia datang dari kejauhan. Bajunya hitam rambutnya hitam. Menjemputku. Di tasku ada kue ulang tahun. Yang meski kecil, tapi aku jaga ia tetap pada posisinya. Pun ia disana, bersama lilin dan buku-buku. Gelap mencekam dan beberapa kali tergoncang di Metro Mini. Senangkah mereka? Berpagutan bersatu padu, dalam tas kecilku. Nikmati ya, sebelum kalian dibebaskan. Dipecah menjadi fungsinya masing-masing. Kue dimakan. Lilin dibakar. Buku ditumpuk. Kalian sebentar lagi berpisah. Meski tugas kalian satu: membahagiakan wanitaku.

Hujan masih rintik. Selamat ulang tahun, Sayang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar